PROPOSAL
PENERAPAN STRATEGI INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 1 BANUHAMPU PADANG LUA
Diajukan Sebagai Tugas
Terstruktur Pada Mata Kuliah
Metodologi
Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika
Fitri Susanti
(2410.006)
Dosen
pembimbing
Imamuddin, M.Pd
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
SUMBAR
2012
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Penerapan
Strategi Index
Card Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas VII SMPN 1
Banuhampu Padang Lua”. Proposal ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan
dan Pembelajaran Matematika.
Dalam pelaksanaan penyusunan proposal ini, penulis
mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab
itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
tulus kepada :
1.
Ibunda dan Ayahanda tercinta yang telah membantu
penulis dengan Do’a dan dukungan dalam berbagai hal.
2.
Bapak Imamuddin,M.Pd selaku Dosen Pembimbing sekaligus
Dosen pada mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran
Matematika.
3.
Rekan-rekan yang senasib dan seperjuangan yang telah
memberikan bantuan, masukan, kritikan dan saran-saran.
Semoga arahan, motivasi,
dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal ibadah bagi Ibunda, Ayahanda,
Bapak, dan rekan-rekan, sehingga memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah
SWT. Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
proposal atau tulisan penulis berikutnya. Semoga proposal ini bermanfaat bagi
pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran
untuk perkembangan pendidikan khususnya pendidikan matematika.
Bukittinggi,
Januari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Identifikasi
Masalah
C.
Pembatasan
Masalah
D.
Rumusan Masalah
E.
Tujuan Penelitian
F.
Manfaat
Penelitian
BABII KAJIAN TEORI
A.
Landasan
Teori
B.
Kerangka
C.
Hipotesis
BAB III METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
B.
Rancangan
Penelitian
C.
Populasi dan
Sampel
D.
Variabel dan
Data
E.
Prosedur
Penelitian
F.
Instrumen
Penelitian
G. Teknik Analisis Data
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada
suatu negara, pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan
manusia-manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan hajat orang banyak yang
akan menjadi barometer bagi setiap manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang semakin luas pola pikir, pola tindak, dan pola lakunya. Oleh karena
itu pendidikan perlu mendapat perhatian, penanganan dan prioritas secara
intensif dari pemerintah, masyarakat maupun pengelola pendidikan, dan untuk
memperoleh pendidikan yang maksimal semua itu bsa didapat dari proses belajar.
Allah juga telah menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa manusia yang
mencari ilmu pengetahuan akan
ditinggikan derajatnya, sebagaimana dalam al-Qur’an surat Al- Mujadillah
ayat 11 yang berbunyi:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9
(#qßs¡¡xÿs? Îû
ħÎ=»yfyJø9$#
(#qßs|¡øù$$sù
Ëx|¡øÿt ª!$# öNä3s9
(
#sÎ)ur
@Ï% (#râà±S$# (#râà±S$$sù
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
öNä3ZÏB
tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy
4
ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Matematika
merupakan suatu ilmu pengetahuan, maka kita perlu memperoleh dan menguasainya.
Hal ini dijelaskan dalam surah At-Taubah ayat 122 yang berbunyi:
$tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuÏj9 Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u öNÍkös9Î) óOßg¯=yès9 crâxøts ÇÊËËÈ
Artinya : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”[1].
Berdasarkan
surah At-Taubah ayat 122 di atas, jelas bahwa hukum dalam menuntut ilmu adalah
fadhlu kifayah, termasuk dalam mempelajari matematika. Matematika adalah salah
satu disiplin ilmu yang berpengaruh dan mempunyai peranan penting dalam perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan memajukan daya pikir manusia.
Pendidikan matematika merupakan salah satu aspek kehidupan yang
sangat penting peranannya dalam upaya
membina dan membentuk manusia berkualitas tinggi. Dalam perkembangan modern,
matematika memegang peranan penting karena dengan bantuan matematika semua ilmu
pengetahuan sempurna. Pembelajaran matematika di sekolah merupakan saran
berfikir yang jelas, kritis, kreatif, sistematis, dan logis. Arena untuk
memecahkan masalah kehidupan
sehari-hari, mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman dan
perkembangan kreatifitas. Proses pembelajaran matematika sebaiknya memenuhi
keempat pilar pendidikan masa datang yaitu:
1.
Proses ”learning to know”
: siswa memiliki pemahaman dan penalaran yang bermakna terhadap produk dan
proses matematika (apa, bagaimana, dan mengapa) yang memadai.
2.
Proses “learning to do”
: siswa memiliki keterampilan dan dapat melaksanakan proses matematika (doing
math) yang memadai untuk memacu peningkatan perkembangan intelektualnya.
3.
Proses ”learning to be”
: siswa dapat menghargai atau mempunyai apresiasi terhadap nilai-nilai
keindahan akan produk dan proses matematika yang ditunjukkan dengan sikap
senang belajar, bekerja keras, ulet, sabar, disiplin, jujur serta mempunyai
motif berprestasi dan rasa percaya diri.
4.
Proses ”learning to live
together in peace and harmoni” : siswa dapat bersosialisasi dan
berkomunikasi dalam metematika melalui bekerja atau belajar bersama, saling
menghargai pendapat orang lain dan sharing ideas.[2]
Bersamaan dengan adanya keempat pilar pendidikan masa datang
tersebut hendaknya proses pembelajaran matematika dapat dilaksanakan
berdasarkan keempat pilar tersebut agar dapat menjadikan proses pembelajaran
matematika menjadi lebih bermakna.
Hal
inilah yang menyebabkan matematika dipelajari disekolah oleh semua siswa dari
SD hingga SMA/SMK/STM dan bahkan juga di perguruan tinggi. Namun kenyataan yang
terjadi disekolah menunjukkan bahwa banyak siswa yang tidak menyukai matematika
karena dianggap sebagai bidang studi yang paling sulit, sehingga mengakibatkan
rendahnya nilai matematika di sekolah.
Mengingat pentingnya matematika saat ini, berbagai usaha telah dilakukan,
antara lain selain penyempurnaan kurikulum, pemerintah juga berusaha
meningkatkan kemampuan guru dengan penataran, serta melengkapi sarana dan prasarana pengajaran.
Di samping itu pemerintah juga melakukan pengawasan bantuan dan dorongan pada
guru dalam rangka perbaikan pengajaran.
Namun hal tersebut belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Kenyataan
menunjukkan bahwa sejauh ini belum sepenuhnya proses pembelajaran matematika mencapai target Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini terlihat dari rata- rata hasil belajar siswa
pada ulangan harian pertama matematika di kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu
Padang Lua pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Nilai
rata- rata ulangan harian pada mata pelajaran matematika siswa kelas VII SMP
Negeri 1 Banuhampu Padang Lua
tahun pelajaran 2012/2013
No
|
Kelas
|
Jumlah peserta
didik
|
Rata-rata
|
Persentase
ketuntasan
|
|
Nilai ≥ 71
|
Nilai < 71
|
||||
1
|
VII1
|
25
|
60,70
|
37.5%
|
62.5%
|
2
|
VII2
|
28
|
56,78
|
14.7%
|
85.3%
|
3
|
VII3
|
25
|
50,40
|
24.3%
|
75.7%
|
4
|
VII4
|
26
|
52,50
|
55.3%
|
44.7%
|
5
|
VII5
|
25
|
66,72
|
31.3%
|
68.7%
|
6
|
VII6
|
25
|
52,53
|
15%
|
85%
|
7
|
VII7
|
25
|
51,57
|
11.6%
|
88.4%
|
(Sumber: guru
matematika kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua)
Dari tabel di atas terlihat bahwa hasil ulangan harian 1 pada siswa
kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua pada tahun pelajaran 2012/2013 berada
di bawah KKM. Menurut ketentuan di SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua tersebut
adalah 71.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di SMP N 1 banuhampu padang
lua diketahui bahwa banyak siswa yang kurang berminat mempelajari matematika. Keadaan
ini terlihat dari kurangnya aktifitas siswa dalam belajar matematika. Model
pembelajaran yang sering digunakan guru dalam kelas adalah ekspositori dimana
dalam proses pembelajaran, guru menerangkan pelajaran dan diikuti dengan
pemberian contoh soal dan siswa diminta menyalin ke buku catatan. Lalu guru
memberikan soal dan menyuruh siswa mengerjakan sendiri – sendiri. Pengamatan
menunjukkan bahwa, jika soal yang diberikan tidak mirip dengan contoh soal,
siswa cendrung tidak dapat mengerjakannya dan siswa merasa bosan serta kurang
tertarik mempelajarinya, akhirnya menjadikan matematika menjadi pelajaran yang
dibenci siswa.
Dari hasil wawancara awal dengan beberapa orang siswa diketahui bahwa
siswa menganggap matematika sulit, penuh dengan rumus-rumus. dan kebanyakan
dari siswa tidak mengerti mengenai materi yang dipelajari siswa sering melihat hasil temannya dalam
setiap kali mengerjakan tugas. Mereka merasa kesuliatan dalam menganalisa suatu
soal yang berbeda dari contoh yang diberika guru, akhirnya siswa bersifat pasif
dan takut bertanya pada guru.
Dari permasalahan di atas dibutuhkan suatu komunikasi yang baik
antara guru dan siswa sehingga informasi yang disampaikan guru dapat diterima
dengan yang baik oleh siswa. Oleh karena itu kegiatan belajar mengajar perlu
menggunakan suatu model pembelajaran. Suatu model pembelajaran yang dapat
menciptakan komunikasi antara guru dan siswa, sehingga materi pembelajaran
dapat disampaikan dengan baik.
Sebagai tindak lanjut dalam mencari pemecahan dari masalah-masalah
tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Strategi Index Card
Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa kelas VII SMPN 1
Banuhampu Padang Lua.”
B. Identifikasi Masalah
Dalam
uraian pada latar belakang, masalah dapat didentifikasikan sebagai berikut :
1.
Proses belajar mengajar yang
masih terpusat pada guru
2.
Materi Matematika yang
abstrak membuat siswa merasa sulit
mempelajari sehingga siswa cenderung tidak menyukai matematika.
3.
Aktifitas siswa dalam pembelajaran
belum berkembang secara optimal yang tergambar pada aktifitas siswa yang masih
monoton.
4.
Guru masih menggunakan strategi
pembelajaran yang cenderung sama pada setiap kali pertemuan sehingga
menyebabkan kurangnya minat dan respon siswa terhadap pembelajaran.
5.
Hasil belajar matematika siswa
masih rendah dengan indikasi banyaknya siswa yang belum mencapai Ketuntasan
Kompetensi Minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah.
C. Pembatasan Masalah
Karena
keterbatasan kemampuan yang dimiliki, maka masalah-masalah yang dibahas dalam penelitian
yang akan diteliti ini hanya difokuskan pada aktifitas, respon, dan hasil
belajar siswa terhadap Index Card Match
(ICM) pada mata pelajaran matematika di kelas VII SMPN 1 Banuhampu Padang
Lua Tahun Pelajaran 2012/2013.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan
masalah yang ada diatas, maka yang akan menjadi pokok permasalahan yang akan
peneliti lakukan adalah:
1.
Bagaimanakah aktifitas siswa
selama pembelajaran dengan Index Card
Match (ICM) berlangsung?
2.
Bagaimanakah respon siswa
setelah pembelajaran dengan Index Card
Match (ICM) diterapkan?
3.
Apakah hasil belajar matematika
siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Index
Card Match (ICM) lebih baik dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?
E. Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan yang akan peneliti lakukan ini adalah untuk menjawab permasalahan pokok
diatas yaitu :
1.
Mengetahui aktifitas siswa selama
pembelajaran dengan Index Card Match
(ICM) berlangsung.
2.
Mengetahui respon siswa setelah
pembelajaran dengan Index Card Match
(ICM) diterapkan.
3.
Mengetahui hasil belajar
matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Index Card Match (ICM) dan yang
mengikuti pembelajaran konvensional.
F. Definisi Operasional
Agar
tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami Proposal ini, maka peneliti akan
menjelaskan beberapa istilah dibawah ini:
Strategi Pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Index Card Match (ICM) adalah mencari jodoh kartu tanya jawab yang dilakukan secara berpasangan dan cara
menyenangkan lagi aktif untuk meninjau ulang pelajaran
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan strategi ekspositori dan
pemberian tugas secara individu yang menggunakan komunikasi satu arah.
Aktifitas siswa adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
Respon siswa adalah tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajarannya.
Hasil belajar siswa adalah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
G. Manfaat Penelitian
Hasil
penelitian yang akan diteliti ini diharapkan berguna sebagai:
1.
Sebagai bahan sumbangan
pemikiran dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran matematika di SMPN 1
Banuhampu Padang Lua
2.
Sebagai bahan perbandingan bagi
guru/calon guru untuk meninjau kemampuan siswa SMP dalam memecahkan masalah
dengan Index Card Match (ICM)
3.
Sebagai pertimbangan bagi guru
untuk menerapkan Index Card Match (ICM)
4.
Sebagai bahan perbandingan bagi
peneliti lain yang ingin meneliti penelitian sejenis.
5.
Bahan masukan bagi guru
matematika pengetahuan bagi guru dan pembaca tentang penerapan pengajaran
matematika dengan Index Card Match (ICM).
6.
Bekal pengetahuan dan
pengalaman bagi penulis yang nantinya dapat diterapkan dalam pembelajaran
matematika.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori
1.
Pengertian Belajar
Belajar adalah usaha seseorang dalam
memperoleh pengalaman/ pengetahuan baru sehingga menyebabkan terjadinya
perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan
kemampuan siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tidak dapat
memecahkan masalah menjadi dapat memecahkan masalah. Jadi belajar harus melalui
proses, sehingga siswa bukan hanya sekedar menerima konsep dan prinsip-prinsip.
Morgan menjelaskan bahwa: “Belajar adalah
perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman”.[3]
Sedangkan menurut Slameto, “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”.[4]
Selanjutnya Muhibbin Syah juga menyebutkan bahwa: “Belajar dapat dipahami
sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif”.[5]
Bertolak dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dialami
peserta didik akibat berinteraksi dengan lingkungannya, belajar lebih
mengutamakan proses bukan hasil. Seseorang yang melakukan proses belajar akan
mendapatkan suatu hal berupa perubahan tingkah laku sesuai dengan proses
belajar yang ia lalui dan hasil yang ia harapkan.
Proses belajar yang dilalui siswa
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1.
Faktor internal (faktor dari
dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.
2.
Faktor eksternal (faktor dari
luar diri siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.
3.
Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis
upaya belajar yang meliputi strategi dan strategi yang digunakan siswa untuk
melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. [6]
Pendekatan belajar merupakan salah satu
faktor penting yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa, oleh karena
itu guru harus melaksanakan kegiatan pengajaran sebaik mungkin sehubungan
dengan tugasnya sebagai pendidik. Dalam teori Gestalt, John Dewey mengemukakan
bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru harus
memperhatikan hal-hal berikut ini:
a.
Penyajian konsep harus lebih
mengutamakan pengertian.
b.
Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa.
c.
Mengatur suasana kelas agar
siswa siap belajar. [7]
Hal terpenting dalam pembelajaran di sekolah
adalah belajar, karena dengan belajar, pembelajaran akan lebih efektif. Dan
sebagai guru pun, dalam perencanaan pengajaran ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, salah satu yang terpenting adalah memperhatikan karakteristik
siswa yang diajar, dengan begitu maka seorang guru akan mengetahui masalah
belajar yang dihadapi siswa. Jadi, guru akan merencanakan pengajaran sesuai
keadaan siswa, selanjutnya guru akan melaksanakan proses dan evaluasi
pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Dengan demikian, maka
hasil belajar yang efektif dan efesien akan tercapai.
Allah SWT juga menjelaskan tentang belajar
dan ilmu pengetahuan dalam firman-Nya surat Al-Mujaadilah ayat 15 yang
berbunyi:
Æìsùöt…… ª!$#
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
öNä3ZÏB
tûïÏ%©!$#ur
(#qè?ré&
zOù=Ïèø9$#
;M»y_uy
4 ª!$#ur
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
×Î7yz
ÇÊÊÈ
Artinya: ”……Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(Q.S. Al-Mujaadilah: 15)[8]
Orang yang menuntut ilmu memiliki kedudukan
yang mulia di hadapan Allah SWT, Allah memberikan keutamaan-keutamaan kepada
orang yang berilmu sebagaimana Dia memberikan keutamaan kepada orang yang
beriman. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar dan menuntut ilmu
merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan bahkan diwajibkan kepada setiap orang
dalam rangka menuju perubahan kearah yang lebih baik.
Setiap individu, bila melaksanakan kegiatan
belajar akan mengalami perubahan tingkah laku yang positif. Adapun tingkah laku
yang dimiliki oleh orang yang belajar adalah:
a.
Perubahan terjadi secara sadar.
b.
Perubahan dalam belajar
bersifat kontinu dan fungsional.
c.
Perubahan bersifat menetap.
d.
Perubahan dalam belajar
bersifat aktif dan pasif.
e.
Perubahan terjadi secara
terarah dan bertujuan.
f.
Perubahan dalam belajar
mencakup seluruh aspek. [9]
Untuk mencapai tujuan tersebut tidak lepas
dari tugas merancang pembelajaran. Suherman mendefenisikan pembelajaran sebagai
berikut: “Pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan
guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang
akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan”.[10]
Sedangkan
Suprijono mengungkapkan bahwa:
“Pembelajaran
berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Pada pembelajaran guru mengajar
diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran.
Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas
belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran
adalah peserta didik. Pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah
dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif”.[11]
Dalam pembelajaran, siswa dipandang sebagai
pusat pembelajaran, guru bertindak sebagai fasilitator yang memfasilitasi
kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu guru harus dapat mengusahakan sistem
pembelajaran sedemikian rupa, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga
evaluasi kegiatan pembelajaran, sehingga siswa dapat menguasai pembelajaran
secara optimal dan mencapai hasil yang optimal pula.
2.
Pengertian mengajar
Mengajar pada prinsipnya adalah membimbing
siswa dalam kegiatan mengajar yang mengandung pengertian bahwa mengajar
merupakan usaha mengorganisasikan lingkungan dalam hubungannya dengan anak
didik dan bahan pengajaran, sehingga terjadi proses belaajar mengajar.Mengajar
sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan
belajar bagi para siswa. Belajar merupakan suatu proses yang kompleks, tidak
hanya sekedar menyampaikan informasi dri guru kepada siswa. Banyak kegiatan
maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar
lebih baik pada seluruh peserta didiknya. Ilmu pengetahuna yang diajarkan
bersumber dari buku-buku sehingga pelajaran bersifat intelektualistis tanpa
dihubungkan dengaan kegiatan sehari-hari.
Dalam proses pengajaran ada 4 hal yang harus
dijadikan muatan aktifis sekaligus, dimana pengajar harus mempunyai peran
sebagai berikut:
a.
Sebagai fasilitator, ialah
menyediakan situasi kondisi yang dibutuhkan oleh individu yang lain.
b.
Sebagai pembimbing, ialah
memberikan bimbingan kepada siswa dalam interaksi edukatif, agar siswa mampu
belajar dengan lancar dan berhasil secara efektif dan efesien.
c.
Sebagai motivator, ialah
memberi dorongan semangat agar siswa mau dan giat belajar.
d.
Sebagai organisator tujuan
mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan itu dapat dipahami peserta
didik.
3.
Kesulitan belajar
Dalam kegiatan belajar terdapat kesulitan,
yakni suatu kesulitan atau keadaan yang terdapat dalam proses belajar yang
ditandai dengan hambatan-hambatan yang terjadi dalam mencapai hasil belajar.
Dalam proses belajar siswa mengalami hambatan belajar dalam mencapai hasil
belajar, sehingga cenderung menunjukkan prestasi hasil belajar yang rendah.
Untuk itulah perlu dilakukan suatu cara
yang dapat menolong siswa untuk mencapai hasil belajar yang baik. Dalam proses
belajar mengajar gurulah sebagai penanggung jawab sehingga dalam ini guru harus
dapat memahami gejala-gejala kesulitan belajar tersebut yang dapat dilihat dari
berbagai tingkah laku siswa sehingga akan dapat ditentukan dengan situasi yang
dihadapi oleh siswanya, misalnya memperoleh nilai matematika yang rendah.
Seperti dikemukakan H.K.Partowisastro dan
hadisuparto (1986:46) bahwa:
“suatu masalah dalam
belajar itu jika seorang siswa tidak memenuhi harapan-harapan yang diisyaratkan
kepadanya oleh sekolah seperti yang tercantum pada tujuan dari kurikulum dan
kurikuler.
Namun harapan-harapan ini tidak dapat
tercapai bila siswa mengalami kesulitan belajar seperti yang diutarakan
H.K.Partowisastro da hadisuparto (1986:47) bahwa:
“suatu masalah
timbul, kalau seorang siswa itu berada dibawah taraf prilaku dari sebagian
besar teman sekelasnya pad mata pelajaran maupun prilaku sosial yang dianggap
penting oleh guru”
Hal ini menuntut supaya guru mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa.
Ada dua faktor yang
mempengaruhi belajar siswa yaitu:
a.
Faktor internal, berupaya
faktorbelajar yang bersumber dari dalam diri siswa tersebut diantaranya
kematangan, kecerdasan, latihan dan motivasi
b.
Faktor Eksternal, berupaya
faktor belajar yang bersumber dari luar diri siswa diantaranya lingkungan
sekolah, keluarga, dan masyarakat. Untuk itulah, guru harus lebih jeli
mengenali situasi dan kondisi siswa sesuai dengan faktor internal dan eksternal
seperti yang dikemukakan diatas, sehingga guru dapat melakukan pendekatan yang
efektif dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa.
4.
Strategi Pembelajaran
Istilah
strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama.
Secara umum strategi dapat diartikan sebagai rencana tindakan yang terdiri atas
seperangkat langkah untuk memecahkan masalah atau untuk mencapai tujuan
tertentu.
Seperti yang
diungkapkan Lawson (dalam Sanjaya 2008:210) bahwa “Strategi dapat diartikan
sebagai prosedur mental yang berisi tatanan langkah yang menggunakan upaya
ranah cipta untuk mencapai tujuan tertentu”. Sedangkan dalam konteks pengajaran
“Strategi dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam
perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
digariskan” (Djamarah 2006:5).
Strategi
merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung berhasilnya suatu kegiatan
pembelajaran, karena arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah
pencapaian tujuan. Menurut Kemp (dalam Sanjaya 2008:126) “Strategi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien”.
Sejalan
dengan pendapat di atas Sudjana (dalam Rohani 2004:34) mengatakan bahwa
“Strategi pengajaran (mengajar) adalah ‘taktik’ yang digunakan guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar (pengajaran) agar dapat mempengaruhi para
siswa (peserta didik) mencapai tujuan pengajaran secara lebih efektif dan
efisien”.
Dengan
demikian, sebelum menentukan strategi pembelajaran, perlu dirumuskan tujuan
pembelajaran yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, agar dalam
penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan
sumber belajar semuanya dapat diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan tersebut.
Maka dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran digunakan untuk memperoleh
kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
5.
Strategi Index Card Match
a.
Pengertian Strategi Index Card Match
Strategi ini adalah strategi untuk mengatasi
masalah belajar dengan mencocokkan kartu indeks. Dalam tulisan Silberman
(2009:240), “Index Card Match adalah cara menyenangkan lagi aktif untuk
meninjau ulang materi pelajaran, ia membolehkan peserta didik untuk berpasangan
dan memainkan kuis dengan kawan sekelas”.[12]
Strategi Index Card Match (Mencari
Pasangan) adalah suatu strategi pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar
aktif dan bertujuan agar siswa mempunyai jiwa kemandirian dalam belajar serta
menumbuhkan daya kreatifitas.
Tipe Index
Card Match ini berhubungan dengan cara-cara untuk mengingat kembali apa
yang telah mereka pelajari dan menguji pengetahuan serta kemampuan mereka saat
ini dengan teknik mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal
sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana menyenangkan.[13]
Biasanya guru dalam kegiatan belajar mengajar
memberikan banyak informasi kepada siswa agar materi atau pun topik dalam
program pembelajaran dapat terselesaikan tepat waktu, namun guru terkadang lupa
bahwa tujuan pembelajaran bukan hanya materi yang selesai tepat waktu tetapi
sejauh mana materi telah disampaikan dapat diingat oleh siswa. Karena itu dalam
kegiatan pembelajaran perlu diadakan peninjauan ulang atau review untuk
mengetahui apakah materi yang disampaikan dapat dipahami oleh siswa. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan Silberman (2009:239) bahwa “Salah satu cara
paling menyakinkan untuk menjadikan
belajar tepat adalah meyertakan waktu untuk meninjau apa yang telah
dipelajari”. Materi yang telah dibahas oleh siswa cenderung lima kali lebih
melekat di dalam pikiran ketimbang materi yang tidak.
Kurniawati (2009) juga mengatakan bahwa:
“Strategi pembelajaran Index Card Match
merupakan suatu strategi yang cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang
materi yang telah diberikan sebelumnya”. Namun demikian, materi baru pun tetap
bisa diajarkan dengan strategi ini dengan catatan, peserta didik diberi tugas
mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk
kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan. Menurut Hisyam Zaini, dkk
(2008:69) model Index Card Match (mencari pasangan) adalah “strategi
yang cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah
diberikan sebelumnya”.
Berdasarkan pendapat di atas, strategi pembelajaran
Index Card Match merupakan strategi
pembelajaran yang menuntut siswa untuk bekerja sama dan dapat meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa atas apa yang dipelajari dengan cara yang menyenangkan.
Siswa saling bekerja sama dan saling membantu untuk menyelesaikan pertanyaan
dan melemparkan pertanyaan kepada pasangan lain. Kegiatan belajar bersama ini
dapat membantu memacu belajar aktif dan kemampuan untuk mengajar melalui
kegiatan kerjasama kelompok kecil yang memungkinkan untuk memperoleh pemahaman dan
penguasaan materi.
Dengan demikian strategi belajar aktif tipe Index Card Match adalah suatu cara
pembelajaran aktif untuk meninjau ulang materi pelajaran dengan teknik mencari
pasangan kartu indeks yang merupakan jawaban atau soal sambil belajar mengenai
suatu konsep atau topik dalam suasana menyenangkan.
b.
Sintaks strategi index card march
1) Guru mempersiapakan
potongan-potongan kertas sebanyak separuh siswa dalam kelas yang akan diajar.
2) Potongan-potongan kertas tersebut
dibagi lagi menjadi dua bagian yang sama.
3) Pada separuh bagian ditulis
pertanyaan tentang materi yang diajarakan. Setiap kertas berisi satu
pertanyaan.
4) Pada separuh bagian yang lain,
ditulis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat.
5) Kemudian potongan-potongan tersebut
dicampur aduk secara acak, sehingga tercampur antara soal dengan jawaban.
6) Kertas-kertas tersebut kemudian
dibagikan kepada setiap siswa, satu siswa satu kertas. Diterangkan aturan main
bahwa siswa yang mendapat soal harus mencari temannya yang mendapat jawaban
dari soal yang diperolehnya, demikian pula sebaliknya.
7) Setelah siswa menemukan pasanganya,
siswa diminta untuk duduk sesuai dengan pasangan yang diperolehnya. Antar
pasangan satu dengan yang lain diminta untuk tidak memberitahukan materi yang
diperolehnya.
8) Setelah semua siswa menemukan
pasangannya dan duduk berdekatan, setiap pasangan diminta untuk membacakan
soal yang diperoleh dengan suara keras
secara bergantian agar didengar oleh teman-teman yang lain, kemudian
pasangannya membacakan jawaban juga dengan suara keras.
9) Setelah semua pasangan telah membaca
soal dan jawaban yang diperoleh kemudian guru membuat klarifikasi. Bersama-sama
siswa guru membuat kesimpulan hasil belajar yang telah dilakukan.
c.
Kelebihan dan Kelemahan Index Card Match
Strategi pembelajaran Index Card Match sebagai salah satu aternatif yang dapat dipakai
dalam penyampaian materi pelajaran selama proses belajar mengajar juga memiliki
beberapa kelebihan dan kelemahan. Handayani (2009) menyatakan bahwa terdapat
kelebihan dan kelemahan strategi pembelajaran Index Card Match.
1) Kelebihan dari strategi belajar aktif Index Card Match yaitu:
a) Menumbuhkan kegembiraan dalam
kegitan belajar mengajar.
b) Materi pelajaran yang disampaikan
lebih menarik perhatian siswa.
c) Mampu menciptakan suasana belajar
yang aktif dan menyenangkan.
d) Mampu meningkatkan hasil belajar
siswa mencapai taraf ketuntasan belajar.
e) Penilaian dilakukan bersama pengamat
dan pemain.
2) Kelemahan dari strategi belajar aktif Index Card Match yaitu:
a) Membutuhkan waktu yang lama bagi
siswa untuk menyelesaikan tugas dan prestasi.
b) Guru harus meluangkan waktu yang
lebih.
c) Lama untuk membuat persiapan
d) Guru harus memiliki jiwa demokratis
dan ketrampilan yang memadai dalam hal pengelolaan kelas
e) Menuntut sifat tertentu dari siswa
atau kecenderungan untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah
f)
Suasana kelas menjadi
“gaduh” sehingga dapat mengganggu kelas lain.
6.
Pendekatan dalam
strategi Index Card Match
yaitu Pendekatan pembelajaran siswa aktif (Active Learning)
Tujuan
pembelajaran tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi
pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh
pengetahuannya sendiri (self regulated). Karena itu, pembelajaran memerlukan
keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata
tidak akan menghasilkan self regulated. Yang bisa menghasilkan self regulated
adalah pembelajaran aktif (active learning). Hal ini sejalan dengan pernyataan
Confucius (dalam Silberman 2009:1) tentang pentingnya pembelajaran aktif yaitu:
“Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang
saya lakukan, saya paham”[14].
Menurut Zaini
(2008:14) “Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta
didik untuk belajar secara aktif”. Pembelajaran aktif (active learning)
dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh
anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang
memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping
itu active learning juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik
agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran
aktif, siswa harus mengerjakan banyak tugas. Mereka harus menggunakan otak,
mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari.
Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa
bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir
keras.
Dari
beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa active learning
(belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar
stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses
pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan
bagi mereka. Dengan memberikan strategi ini pada anak didik dapat membantu
ingatan (memory) mereka.
Strategi
pembelajaran aktif dimaksudkan untuk mengoptimalkan semua potensi anak didik,
sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai
dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Pembelajaran ini pada dasarnya
berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respon anak didik dalam
pembelajaran sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak
menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dalam strategi ini juga setiap materi
pelajaran harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada
sebelumnya.
Ada banyak
strategi pelajaran yang dapat digunakan dalam menerapkan pembelajaran aktif di
sekolah. Silberman (2009) mengemukakan 101 bentuk strategi yang dapat digunakan
dalam pembelajaran aktif. Kesemuanya dapat diterapkan dalam pembelajaran di
kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai oleh
siswa. Salah satu bentuk strategi itu adalah Strategi Pembelajaran Index Card Match (pencocokan kartu
indeks).
7.
Aktifitas Siswa
Kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari
aktifitas, sebab belajar dan mengajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah
laku melalui kegiatan. Itulah sebabnya aktifitas merupakan prinsip dasar dalam
interaksi pembelajaran.
Aktifitas siswa dalam kelas dapat dilihat
dari partisipasi siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung. Dalam
pembelajaran, aktifitas siswa terlahir karena adanya motivasi dan dorongan.
Oleh sebab itu, guru harus berupaya untuk membimbing siswa agar dapat
beraktifitas secara maksimal. Aktifitas
yang dimaksud adalah aktifitas yang berhubungan dengan pembelajaran dikelas.
Aktifitas dapat berupa interaksi siswa
dengan guru, siswa dengan siswa, dan siswa dengan lingkungannya. Berbagai macam
aktifitas dapat dilakukan siswa di dalam kelas. Paul B Diedrich dalam Sardiman
membagi aktifitas belajar siswa sebagai berikut:
a. Visual activities, seperti: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan,
pekerjaan orang lain.
b. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c.
Listening activities, seperti
mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
d.
Writing activities, seperti menulis
cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
e. Drawing activities, seperti: membuat grafik, peta, diagram.
f.
Motor activities, misalnya: melakukan
percobaan, membuat konstruksi, mereparasi, berkebun, beternak.
g.
Mental activities, misalnya; menanggapi,
mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil
keputusan.
h.
Emotional activities, misalnya: menaruh
minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.[15]
Dalam pembelajaran di kelas, semua aktifitas
ini saling mendukung satu sama lain. Jika siswa aktif dalam belajar maka tujuan
pembelajaran akan mudah tercapai.
Setelah disesuaikan dengan strategi
pembelajaran Index Card Match, maka
aktifitas yang akan diamati dalam penelitian ini adalah seperti yang
diperlihatkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.2. Aktifitas yang Akan
Diamati
No
|
Indikator Aktifitas
|
Aktifitas Yang Diamati
|
1.
|
Visual activities
|
Membaca petanyaan dan jawaban
|
2.
|
Listening activities
|
Mendengarkan pertanyaan yang sesuai dengan jawaban
|
3.
|
Mental Activities
|
Menyelesaikan/mecahkan soal
|
4.
|
Oral Activities
|
a.
Mempresentasikan jawaban dan
pertanyaan di depan kelas
b.
Menanggapi presentasi siswa
yang tampil
|
5
|
Emotional activities
|
Tanggapan siswa dalam kelompok
|
8.
Respon Siswa
Respon adalah istilah yang digunakan oleh psikologi
untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera. Respon
biasanya diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dimunculkan setelah dilakukan perangsangan.
Teori Behaviorisme menggunakan istilah respon yang dipasangkan dengan rangsang dalam
menjelaskan proses terbentuknya perilaku.
Respon adalah interaksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat berupa pikiran,
perasaan, gerakan atau tindakan. Respon akan mempengaruhi persepsi orang lain
terhadap individu tersebut dan pada gilirannya akan mempengaruhi interaksi
sosial antar individu.
Respon yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah yang berkaitan dengan komponen pembelajaran setelah siswa mengikuti
pembelajaran strategi ICM yaitu: materi
pelajaran, cara belajar, dan cara guru mengajar.
9.
Hasil
Belajar
a. Pengertian Hasi Belajar
Moedjiono dan Dimyanti (1994:4)
berpendapat bahwa, “hasil belajar adalah hasil dari interaksi tindak belajar
murid dan tindak mengajar yang dilakukan oleh guru, tindak mengajar diakhiri
dengan proses evaluasi, sedang tindak belajar merupakan puncak dari proses
belajar dengan meningkatnya kemampuan”. Selanjutnya hasil belajar menurut
(Agung, 2005:75) adalah “hasil yang diperoleh siswa setelah mengalami interaksi
proses pembelajaran”.
Senada dengan pernyataan Sudjana (Nurkancana &
Sunartana, 1990:110), mendefinisikan evaluasi hasil belajar adalah “suatu
tindakan atau proses untuk menentukan nilai keberhasilan belajar seorang setelah ia mengalami proses belajar
selama satu priode tertentu”. Pernyataan tersebut, menekankan bahwa hasil
belajar sebagai hasil dari proses pembelajaran.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah suatu peningkatan kemampuan siswa yang diperoleh
melalui penyampaian informasi dan pesan oleh guru setelah proses pembelajaran
berlangsung, yang berupa angka atau selama satu periode tertentu.
b. Ciri-Ciri
Hasil Belajar
Dimyati & Moedjiono (dalam
Agung, 2005:75) menyatakan, “ciri-ciri hasil belajar ada tiga yaitu: (1) hasil
belajar memiliki kepastian berupa pengetahuan, kebiasaan, keterampilan, sikap
atau cita-cita, (2) adanya perubahan mental dan perubahan jasmani, (3) memiliki
dampak pengajaran dan dampak pengiring”. Tabrani Rusyan (1991:1) menyatakan
“belajar adalah suatu proses yang ditandai oleh adanya perubahan pada diri
seseorang sebagai hasil dari pengamatan dan latihan. Perubahan sebagai hasil
belajar dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan,
pemahaman, sikap, tingkah laku dan kecakapan serta kemampuan”.
Menurut (Agung, 2005:76):
“ciri-ciri hasil belajar melibatkan perolehan kemampuan-kemampuan yang dibawa
sejak lahir. Belajar bergantung kepada pengalaman, sebagai dari pengalaman itu
merupakan umpan balik dari lingkungan, memperoleh kecakapan baru dan membawa
perbaikan para ranah kognitif, afektif, psikomotorik”.
Dari pendapat tersebut dapat di
simpulkan ciri-ciri hasil belajar adalah suatu proses yang ditandai oleh adanya
perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari pengamatan dan latihan yang
membawa perubahan pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
c. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Hasil Belajar.
Menurut Tabrani Rusyan (1993:32),
menyatakan bahwa “hasil belajar yang dicapai siswa banyak ditentukan oleh
faktor psikologis seperti kecerdasan, motivasi, perhatian, penghindaran,
cita-cita peserta didik, kebugaran fisik dan mental serta ligkungan belajar
yang menunjang”. Hasil belajar dipengaruhi
oleh dua faktor adalah sebagai berikut.
1) Faktor dari luar, yaitu yang terdiri dari faktor lingkungan
(faktor alam dan faktor social) serta faktor instrumental (kurikulum, program,
sasaran, fasilitas dan guru).
2) Faktor dari dalam, terdiri dari faktor fisiologis
(kondisi fisik dan panca indra) dan faktor fsikologis (minat, bakat,
kecerdasan, motivasi, dan keterampilan).
10. Pembelajaran Matematika
Berdasarkan etimologis (Ela Tinggih,
1972:5), perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan
bernalar”[16]. Hal
ini dimaksudkan bukan berarti ilmu matematika diperoleh dengan bernalar akan
tetapi matematika lebih menekankan aktifitas dalam dunia rasio (penalaran)
sedangkan ilmu lain lebih menekankan pada hasil observasi atau eksperimen
disamping penalaran. Sementara itu, James dan James (1976) dalam Suherman
menyatakan bahwa: “Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk
susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan dengan yang lainnya dengan
jumlah yang banyak yang terbagi menjadi tiga bidang aljabar, analisis dan geometri”.[17]
Pada pembelajaran khususnya pembelajaran
matematika, hendaknya siswa dapat terlibat aktif didalamnya, sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Menurut
Cobb dalam Suherman, “belajar matematika bukanlah suatu proses (pengepakan)
pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir aktifitas, dimana
kegiatan ini diinterprestasikan secara luas termasuk aktifitas dan berfikir
konseptual”.[18]
Jadi pembelajaran matematika adalah suatu pembelajaran yang sengaja dirancang
dengan tujuan untuk menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan siswa
melaksanakan kegiatan belajar matematika dimana siswa diberikan peluang untuk
berusaha dan memahami dalam mencari pengalaman tentang matematika secara
mendalam dan terstruktur.
11. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan
pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan strategi ekspositori dan
pemberian tugas secara individu yang menggunakan komunikasi satu arah. Dapat
dikatakan bahwa pembelajaran konvensional lebih menitikberatkan pada keaktifan
guru. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pembelajaran yang biasa dilaksanakan dengan strategi ekspositori.
Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Eman Suherman:
“Pada strategi
ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus bicara,
ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal pada
waktu-waktu yang diperlukan saja. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat
catatan tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti, guru dapat memeriksa
pekerjaan siswa secara individu atau kelompok”.[19]
Untuk kelas kontrol, kegiatan pembelajaran
konvensional yang dilakukan oleh guru yaitu dengan strategi ekspositori, dimana
guru menyampaikan materi dan menyelesaikan contoh soal, dan siswa menerima apa
yang disampaikan oleh guru, setelah itu siswa diberikan soal latihan yang
diselesaikan secara individu. Pada akhir pembelajaran, guru bersama siswa
menyimpulkan pelajaran.
Menurut
Nasution, pembelajaran konvensional memiliki ciri–ciri sebagai berikut:
a.
Tujuan tidak dirumuskan secara
spesifik kedalam kelakuan yang dapat diukur
b.
Bahan pelajaran diberikan
kepada kelompok atau kelas secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara
individu
c.
Bahan pelajaran umumnya
berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan
guru
d.
Berorientasi pada kegiatan guru
dan mengutamakan kegiatan belajar
e.
Siswa kebanyakan bersifat pasif
mendengar uraian guru
f.
Semua siswa harus belajar
menurut kecepatan guru mengajar
g.
Penguatan umumnya diberikan
setelah dilakukan ulangan atau ujian
h.
Keberhasilan belajar umumnya
dinilai guru secara subjektif
i.
Pengajar umumnya sebagai
penyebab dan penyalur informasi utama, dan
j.
Siswa biasanya mengikuti
beberapa tes atau ulangan mengenai bahan yang dipelajari dan berdasarkan angka
hasil tes atau ulangan, itulah nilai rapor yang diisikan.[20]
Dari uraian di atas terlihat bahwa pada
pembelajaran konvensional siswa lebih banyak bersifat pasif mendengarkan uraian
dari guru yang diberikan dalam bentuk ceramah, hal ini dapat menyebabkan
belajar siswa menjadi belajar menghafal sehingga pengetahuan yang diperoleh
lebih cepat terlupakan. Dalam
pembelajaran ini guru tidak dapat memperhatikan siswa secara individu karena
materi pelajaran diberikan kepada kelas secara keseluruhan, sehingga keaktifan
siswa belum terlihat dan guru juga belum bisa membedakan kemampuan belajar
setiap indivu, baik perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan
gaya belajar.
Pembelajaran konvensional biasanya diawali dengan penjelasan
tentang materi atau konsep matematika oleh guru, dilanjutkan dengan memberikan
contoh soal, contoh soal tersebut dibahas oleh guru dengan melibatkan siswa
dalam menyelesaikan, kemudian memberikan siswa soal-soal latihan, dan diakhiri
dengan pemberian tugas kepada siswa. Pembelajaran konvensional yang dimaksudkan disini adalah pembelajaran yang
biasa dilakukan guru di kelas yaitu melalui strategi ekspositori.
Adapun
langkah-langkah dalam pembelajaran strategi ekspositori adalah sebagai berikut:
1. Persiapan (preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima
pelajaran. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah:
a.
Mengajak
siswa keluar dari kondisi mental yang pasif.
b.
Membangkitkan
motivasi dan minat siswa untuk belajar.
c.
Merangsang
dan menggugah rasa ingin tahu siswa.
d.
Menciptakan
suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.
2. Penyajian (presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pembelajaran sesuai
dengan persiapan yang telah dilakukan. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a.
Penggunaan
bahasa.
b.
Intonasi
suara.
c.
Menjaga
kontak mata dengan siswa.
3. Menghubungkan (correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan
pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat
menangkap keterkaitan dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.
4. Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang
telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting
dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat
mengambil inti sari dari proses penyajian.
Menyimpulkan bisa dilakukan dengan tiga cara,
yaitu:
a.
Mengulang
kembali inti-inti materi yang menjadi pokok persoalan.
b.
Memberi
beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang telah disajikan.
c.
Dengan
cara mapping melalui pemetaan
keterkaiatan antarmateri pokok-pokok materi.
5. Penerapan (Aplication)
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setalah mereka
menyimak penjelasan guru. Teknik yang bisa dilakukan pada penerapan ini
diantaranya adalah:
a.
Membuat
tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan.
b.
Memberikan
tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan. [21]
Kelebihan dan
kekurangan pembelajaran konvensional adalah:
1.
Kelebihan pembelajaran konvensional
a.
Dapat mengontrol urutan dan
keluasan materi pelajaran, dengan demikian dapat mengetahui sampai sejauh mana
siswa menguasai bahan pelajaran yang disajikan.
b.
Strategi pembelajaran
ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus
dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar
terbatas.
c.
Melalui strategi pembelajaran
ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi
pelajaran, juga sekaligus bias melihat atau mengobservasi(melalui pelaksanaan
demontrasi).
d.
Bisa digunakan untuk jumlah
siswa dan ukuran kelas yang besar.
2.
Kelemahan pembelajaran konvensional
a.
Strategi pembelajaran ini hanya
mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan
menyimak secara baik.
b.
strategi ini tidak mungkin
dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan
pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
c.
Karena strategi ini lebih
banyak melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal
kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berfikir kritis.
d.
Keberhasilan strategi
pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru,
seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya dir,semangat, antusiasme, motivasi
dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur ( berkomunikasi), dan
kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran
tidak mungkin berhasil.
e.
Oleh karena gaya berkomunikasi
strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah, maka kesempatan untuk
mengontrol pemahaman siswa akan materi pelajaran akan sangat terbatas pula.
Disamping itu komunikasi satu arah bias mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki
siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru. [22]
Dari penjelasan di atas, maka dapat
diklasifikasikan perbandingan antara pembelajaran matematika dengan strategi ETH dengan
pembelajaran konvensional, seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1. Perbandingan Pembelajaran ETH dan Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran ICM
|
Pembelajaran
Konvensional
|
1.
Siswa aktif.
2.
Guru sebagai fasilitator.
3.
Siswa mempunyai kesempatan
untuk mengkonstruk dan mengembangkan pengetahuan sendiri.
4.
Siswa aktif menemukan konsep,
5.
Dapat melihat perbedaan
kemampuan setiap individu siswa.
6.
Pemantauan terhadap peserta
didik lebih intensif.
7.
Daya serap siswa lebih cepat
dan bertahan lama karena siswa tidak menghafal.
|
1.
Siswa pasif.
2.
Guru adalah penentu jalannya
pembelajaran.
3.
Kebenaran bersifat absolute
dan pengetahuan bersifat final.
4.
Konsep diberikan oleh guru
dan siswa tidak dapat berbagi pengetahuan kepada sesama temannya.
5.
Perbedaan kemampuan belajar siswa belum terlihat.
6.
Guru sering tidak
memperhatikan keadaan tiap individu siswa.
7.
Cepat hilang karena bersifat
menghafal.
|
B. Kerangka Konseptual
Berdasarkan
masalah dan teori yang telah dikemukakan, maka penelitian yang akan dilakukan
dapat memberikan gambaran dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran ICM pada kelas eksperimen dan pembelajaran
konvensional pada kelas kontrol. Strategi pembelajaran ICM diharapkan dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar
siswa. Perbedaan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan menggunakan tes.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berikut :
Gambar 1. Skema kerangka konseptual
yang akan diteliti
Untuk
melihat adanya perkembangan aktifitas dan respon siswa dalam pembelajaran ICM ini dapat dilihat dari lembar
observasi dan angket yang digunakan nantinya. Sedangkan untuk melihat adanya peningkatan hasil
belajar siswa dapat dilihat dari nilai siswa pada tes akhir.
C. Hipotesis
Berdasarkan
rumusan masalah dan landasan teori, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
“hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi Index
Card Match (ICM) lebih baik daripada hasil belajar siswa yang
mengikuti pembelajaran konvensional.”
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Sesuai
dengan jenis permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan maka
jenis penelitian yang akan diteliti ini adalah penelitian eksperimen.
“Eksperimen merupakan metode yang mengungkapkan hubungan antara dua variabel
atau lebih untuk mencari pengaruh suatu variabel dengan variabel lain.”[23]
Tujuannya adalah untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan pada satu
atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih
kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan. Pada penelitian yang
akan diteliti ini, penelitian eksperimen yang digunakan adalah penelitian pra
eksperimen yaitu penelitian yang mengandung ciri eksperimental dalam jumlah
yang kecil.[24]
Untuk
keperluan tersebut maka digunakan dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Siswa kelas eksperimen diajar dengan strategi pembelajaran Index Card Match (ICM) sedangkan kelas kontrol dengan pembelajaran
konvensional.
B. Rancangan Penelitian
Rancangan
penelitian yang digunakan dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah The
Static Group Comparison Design. Sampel dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perlakuan yang
diberikan pada kelas eksperimen adalah penerapan strategi pembelajaran Index Card Match (ICM)
Sedangkan pada kelas kontrol tidak menerapkan strategi pembelajaran Index Card Match (ICM).
Tabel 3.1.
|
Rancangan
penelitian The Static Group Comparison Design [25]
|
C.
Kelas
|
Treatment
|
Posttest
|
Eksperimen
|
X1
|
O
|
Kontrol
|
X2
|
O
|
D.
E.
Keterangan:
X1
=
|
Perlakuan
yang diberikan pada kelas eksperimen, yaitu kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan strategi pembelajaran Index Card Match (ICM).
|
X2
=
|
Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol,
yaitu kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
|
O =
|
Tes akhir yang diberikan pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol di akhir penelitian
|
F. Populasi dan Sampel
a.
Populasi
Populasi adalah seluruh individu yang
dimaksudkan untuk diteliti.[26]
Populasi dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah seluruh siswa kelas VII
SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua tahun pelajaran 2012/2013
Distribusi siswa setiap kelas dapat
dilihat dalam tabel berikut:
Tabel
3.2. Distribusi siswa kelas siswa kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua tahun pelajaran
2012/2013
Kelas
|
Jumlah
Siswa
|
X1
|
25
|
X2
|
28
|
X3
|
25
|
X4
|
26
|
X5
|
25
|
X6
|
25
|
X7
|
25
|
Jumlah Total
|
179
|
(Sumber: guru
matematika kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua)
b.
Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang
diambil secara representatif atau mewakili populasi yang bersangkutan atau
bagian kecil yang diamati.[27]
Dalam penelitian yang akan diteliti
ini mengingat jumlah populasi 7 kelas maka hanya dibutuhkan 2 kelas sebagai
sampel yaitu kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Agar sampel yang diambil representatif artinya benar-benar
mencerminkan populasi, maka pengambilan sampel dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a.
Mengumpulkan nilai ulangan
harian I matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua yang
diperoleh dari guru mata pelajaran matematika.
b.
Melakukan uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui
populasi berdistribusi normal atau tidak, sehingga langkah selanjutnya tidak
menyimpang dari kebenaran.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0= Populasi berdistribusi
normal.
H1= Populasi berdistribusi tidak
normal
Untuk melihat sampel
berdistribusi normal, digunakan uji Liliefors
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Data X1, X2,
X3, ……, Xn diperoleh dan disusun dari data yang terkecil
sampai yang terbesar.
2)
Mencari skor baku dari skor
mentah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana:
S =
Simpangan Baku
= Skor
rata-rata
Xi =
Skor dari tiap siswa
3)
Dengan menggunakan daftar
distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Zi) = P (P < Zi)
4)
Menghitung jumlah proporsi skor
baku yang lebih baku atau sama Zi yang dinyatakan dengan S(Zi)
dengan menggunakan rumus:
5)
Menghitung selisih F (Zi)
– S(Zi), kemudian ditentukan nilai mutlaknya.
6)
Ambil harga mutlak yang
terbesar dari harga mutlak selisih itu diberi simbol Lo. Lo = maks
7)
Bandingkan nilai Lo yang
diperoleh dengan nilai Lo yang ada pada tabel. Pada taraf 0,05 jika Lo ≤ Ltabel
maka Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal.[28]
c.
Melakukan uji homogenitas
variansi.
Uji homogenitas tujuannya adalah untuk
mengetahui apakah populasi mempunyai variansi homogen atau tidak. Uji
homogenitas dilakukan dengan uji Barlett
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Membuat hipotesis, yaitu:
H0 : populasi mempunyai variansi homogen
H1 : populasi mempunyai variansi tidak homogen
2)
Menghitung variansi
masing-masing kelompok.
3)
Menghitung variansi gabungan
dari populasi menggunakan rumus:
.
4)
Menghitung harga satuan Barlett
(B) dengan rumus:
5)
Menghitung harga satuan
Chi-kuadrat (X2) dengan rumus:
6)
Membandingkan dengan dengan kriteria bila < untuk taraf nyata (α = 0,05) maka terima H0
artinya populasi homogen.[29]
d.
Melakukan uji kesamaan
rata-rata
Adapun langkah-langkah dalam menguji kesamaan
rata-rata populasi adalah:
1)
Tuliskan hipotesis statistik
yang diajukan
H0:
H1: sekurang-kurangnya dua
rata-rata tidak sama
2)
Tentukan taraf nyatanya (α)
3)
Tentukan wilayah kritiknya
dengan menggunakan rumus:
4)
Tentukan perhitungan melalui
tabel berikut:
|
Populasi
|
|
|||
1
|
2
|
3
|
K
|
||
X11
X12
…
X1n
|
X21
X22
…
X2n
|
X31
X32
…
X3n
|
Xk1
Xk2
…
Xkn
|
|
|
Total
|
T1
|
T2
|
T3
|
Tk
|
T…
|
Nilai
Tengah
|
1
|
2
|
3
|
k
|
…
|
Tabel 3.5. Data Hasil Belajar Siswa Kelas Populasi
Perhitungannya dengan menggunakan
rumus:
Jumlah Kuadrat Total (JKT)
Jumlah Kuadrat untuk nilai tengah
Kolom (JKK)
Jumlah Kuadrat Galat (JKG) JKT JKK
Masukkan data hasil perhitungan ke
dalam tabel berikut:
Tabel 3.6.
Analisis Ragam Bagi Data Hasil Belajar
Siswa Kelas Populasi
Sumber Keragaman
|
Jumlah Kuadrat
(JK)
|
Derajat Bebas (dk)
|
Kuadrat Tengah
|
Fhitung
|
Nilai tengah kolom
|
JKK
|
k-1
|
|
|
Galat
|
JKG
|
|
|
|
Total
|
JKT
|
|
|
|
5)
Keputusannya:
H0 diterima jika
H0 ditolak jika
e.
Menentukan sampel
Jika
populasi berdistribusi normal, mempunyai variansi yang homogen serta memiliki
kesamaan rata-rata, maka pengambilan sampel dapat dilakukan secara acak.
Pengambilan kelas sampel pada penelitian yang akan diteliti ini dilakukan
dengan cara sampling parphosif, kelas sampel ditentukan oleh guru dengan
beberapa pertimbangan. Melalui pertimbangan tersebut maka guru menetapkan kelas
X1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X2 sebagai kelas
kontrol.
G. Variabel dan Data
a.
Variabel
Variabel
dapat diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari dua atribut atau lebih.[31]
Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian yang akan diteliti ini
adalah:
1.
Variabel bebas adalah variabel
yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian yang akan
diteliti ini adalah penerapan strategi pembelajaran Index Card Match (ICM) pada mata pelajaran matematika di kelas
eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
2.
Variabel terikat adalah
variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam
penelitian yang akan diteliti ini adalah hasil belajar siswa akibat penerapan strategi
pembelajaran Index Card Match (ICM)
3.
Variabel perantara. Variabel
perantara dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah aktifitas dan respon
siswa akibat penerapan strategi pembelajaran tipe Index Card Match (ICM).
b.
Data
1.
Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah:
a)
Data primer yaitu data yang
langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber utamanya.[32]
Data primer dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah tentang aktifitas,
respon siswa dan hasil belajar matematika siswa yang di peroleh setelah
mengadakan eksperimen.
b)
Data sekunder yaitu data yang
diperoleh melalui pengumpulan atau pengolahan data yang bersifat studi
dokumentasi berupa penelaahan terhadap dokumen pribadi, resmi kelembagaan,
referensi-referensi atau peraturan yang memiliki relevansi dengan fokus
permasalahan penelitian.[33]
Data sekunder dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah nilai ulangan
harian I matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua.
2.
Sumber Data.
Sumber data dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah
seluruh siswa kelas sampel, guru bidang studi matematika kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian
yang akan diteliti ini dapat digambarkan sebagai berikut :
1)
Tahap Persiapan
Hal- hal yang
dilakukan dalam tahap persiapan ini mencakup:
a.
Penyusunan Skenario
Pembelajaran dan materi pelajaran
b.
Menentukan kelas sampel
c.
Membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
d.
Membuat kisi-kisi soal tes
hasil belajar
e.
Membuat soal uji coba untuk tes
hasil belajar
f.
Mempersiapkan lembar observasi
untuk mencatat aktifitas siswa dan respon siswa.
g.
Menvalidasi instrumen
penelitian.
h.
Mempersiapkan observer untuk
mengamati aktifitas siswa,
i.
Melalukan uji coba soal tes.
j.
Menyusun soal tes akhir
berdasarkan analisis soal uji coba beserta pembahasannya
2)
Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan pembelajaran
pada masing-masing kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran Index Card Match (ICM) sedangkan kelas
kontrol menggunakan pembelajaran konvensional, dan menuliskan Langkah-langkah
kegiatan pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran Index Card Match (ICM) dan kelas kontrol menggunakan pembelajaran
konvensional,
3)
Tahap Penyelesaian
Langkah-langkah yang dilakukan pada
tahap ini adalah sebagai berikut:
a.
Memberikan tes akhir pada masing-masing
kelas sampel, yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen.
b.
Memberikan angket respon siswa kepada
setiap siswa pada kelas eksperimen.
c.
Mengolah data hasil tes akhir, lembar
observasi, dan angket respon siswa,
d.
Menarik kesimpulan berdasarkan hasil
yang diperoleh sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan.
I. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian yang akan
diteliti ini digunakan beberapa instrumen untuk melihat aktifitas, respon, dan
hasil belajar siswa, yaitu:
1.
Lembar observasi
Lembar
observasi yang digunakan dalam penelitian yang akan diteliti ini berdasarkan
ciri- ciri individu aktif dan divalidasi oleh validator. Lembar observasi ini
digunakan untuk memperoleh informasi
tentang aktifitas siswa selama pembelajaran
Index Card Match (ICM) berlangsung.
2.
Angket
Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pelaksanaan
pembelajaran Index Card Match (ICM).
Angket respon siswa ini berisi pernyataan-pernyataan tentang tanggapan siswa
terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Angket diberikan setelah akhir
pembelajaran. Angket diisi oleh setiap peserta didik yang mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan pembelajaran Index
Card Match (ICM), dalam angket ini berisikan dua alternatif jawaban, yaitu
iya dan tidak.
3.
Tes Hasil Belajar
Tes yang diberikan adalah tes
berbentuk essay. Karena tes essay dapat mendorong siswa untuk mengorganisasikan
dan mengintegrasikan ide-idenya sendiri. Dalam penyusunan tes tersebut, penulis
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Menentukan tujuan mengadakan
tes yaitu mengatahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran
dan melihat apakah strategi pembelajaran yang digunakan berhasil diterapkan.
b.
Membuat batasan terhadap materi
pelajaran yang akan diuji.
c.
Membuat kisi-kisi tes hasil
belajar.
d.
Menyusun butir-butir soal tes
sesuai kisi-kisi yang telah dibuat.
e.
Membuat pembahasan soal tes
hasil belajar
f.
Validasi tes.
Validitas tes ini bertujuan untuk mengetahui validitas
tes secara teoritis ( validitas isi ). Dalam suatu tes, tes dikatakan valid
apabila materi yang akan diteskan kepada siswa sesuai bahan-bahan pelajaran
yang diatur dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang telah digariskan
dalam kurikulum.
g.
Melakukan uji coba tes
Sebelum tes dilaksanakan pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol, tes perlu diujicobakan. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah soal
yang telah disusun dapat digunakan atau perlu direvisi.
h.
Analisis butir soal tes
Analisis ini dilakukan untuk melihat dan
mengidentifikasi soal- soal yang baik, kurang baik dan soal yang tidak baik
sama sekali.
Hal- hal yang dilakukan dalam melakukan analisis butir
soal adalah:
1) Validitas
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa
yang seharusnya diukur.
Untuk menentukan nilai validitas digunakan rumus:
Keterangan:
Koefisien korelasi antara varabel X dan Y
Jumlah testee
Jumlah perkalian antara skor item dan skor
total
Jumlah skor item
Jumlah skor total[34]
Adapun kriteria nilai validitas soal adalah sebagai berikut:
a)
Antara 0,800 sampai dengan 1,00
: sangat tinggi
b)
Antara 0,600 sampai dengan
0,800 : tinggi
c)
Antara 0,400 sampai dengan
0,600 : cukup
d)
Antara 0,200 sampai dengan
0,400 : rendah
e)
Antara 0,000 sampai dengan
0,200 : sangat rendah.[35]
Berdasarkan hasil analisis validitas tes diperoleh nilai
R masing-masing item soal kemudian
dicocokkan dengan kriteria interpretasi product
moment.
2)
Reliabilitas Soal
Suatu tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut dilakukan berulang-
ulang kali akan memperoleh hasil yang tetap.
Tes yang diberikan dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah tes
berbentuk uraian.
Untuk menentukan
reliabilitas soal digunakan rumus:
Dengan:
Koefisien
reliabelitas tes
Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam
tes
Jumlah
varian skor dari tiap item
= Varian
total
Rumus
varians:
Klasifikasi reliabilitas menurut Slamet Santoso adalah:
reliabilitas sangat tinggi
reliabilitas tinggi
reliabilitas sedang
reliabilitas rendah
reliabilitas sangat rendah[36]
3)
Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal adalah suatu
bilangan yang menunjukkan sulit mudahnya suatu soal. Soal yang baik adalah soal
yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Menurut Zainal Arifin, untuk
menghitung tingkat kesukaran dapat digunakan langkah-langkah berikut:
a)
Menghitung rata-rata skor untuk tiap
butir soal dengan rumus:
b)
Meghitung tingkat kesukaran dengan
rumus:
c)
Membandingkan tingkat kesukaran dengan
kriteria berikut:
0,00 – 0,30 = sukar
0,31 – 0,70 = sedang
0,71 – 1,00 = mudah
d)
Membuat penafsiran tingkat kesukaran
dengan cara membandingkan koefisien tingkat kesukaran dengan kriteria. [37]
4)
Daya Pembeda Soal
Daya pembeda digunakan untuk mengukur kemampuan suatu soal untuk
membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah. Menurut Zainal Arifin, untuk menentukan daya pembeda soal maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Menghitung jumlah skor
total tiap peserta didik.
b.
Mengurutkan skor total
mulai dari yang terbesar sampai dengan skor terkecil.
c.
Menetapkan kelompok
atas dan kelompok bawah. Jika jumlah peserta didik banyak (di atas 30) dapat
ditetapkan 27%.
d.
menghitung rata-rata
skor atas untuk masing-masing kelompok (kelompok atas maupun kelompok bawah).
e.
Menghitung daya pembeda
soal dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
DP
= daya pembeda
= rata-rata kelompok atas = rata-rata kelompok bawah
Skor
Maks = skor maksimum
f.
Membandingkan daya
pembeda dengan kriteria seperti berikut:
0,40
ke atas = sangat baik
0,30
– 0,39 = baik
0,20
– 0,29 = cukup, soal perlu
diperbaiki
0,19
ke bawah = kurang baik, soal harus
dibuang. [38]
J. Teknik Analisis Data
1.
Lembar observasi
Data aktifitas yang diperoleh
melalui lembar observasi menurut Anas Sudijono dianalisis dengan menggunakan
rumus persentase, yaitu:
Keterangan:
Persentase
aktifitas
Frekuensi aktifitas yang dilakukan
Jumlah siswa.[39]
Kriteria penilaian aktifitas dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut:
a)
Jika persentase penilaian aktifitas adalah 1%- 25% maka aktifitas
tergolong sedikit sekali.
b)
Jika persentase penilaian aktifitas adalah 26%- 50% maka aktifitas
tergolong sedikit.
c)
Jika persentase penilaian aktifitas adalah 51%- 75% maka aktifitas
tergolong banyak.
d)
Jika persentase penilaian aktifitas adalah 76%- 100% maka aktifitas
tergolong banyak sekali.[40]
Persentase aktifitas belajar siswa
ini dipantau setiap kali pertemuan, sehingga dapat diketahui bagaimana
perkembangan aktifitas siswa dalam pembelajaran Index Card Match (ICM).
2.
Angket
Data respon siswa yang
diperoleh dari angket dianalisis
dalam bentuk persentase. Kriteria respon siswa dalam
pengisian angket menggunakan skala Guttman, yang mempunyai dua interval yaitu:
ya-tidak.[41] Respon siswa dikategorikan positif, jika respon
positif untuk setiap aspek yang direspon diperoleh persentase minimal 75%.
Untuk mencari persentase respon siswa tiap aspek digunakan rumus:[42]
3.
Tes hasil belajar
Tes hasil belajar dapat diukur
dengan cara uji hipotesis. Uji hipotesis dilakukan secara statistik dengan
melakukan uji- t. Pengujian hipotesis
ini dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut:
a)
Uji Normalitas
Melakukan uji normalitas data terhadap nilai
tes hasil belajar matematika kelas VII
yang bertujuan untuk mengetahui apakah data tersebut berdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0= Data berdistribusi normal.
H1= Data berdistribusi tidak
normal
Untuk melihat data berdistribusi normal, digunakan uji Liliefort
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Data X1, X2,
X3, ……, Xn diperoleh dan disusun dari data yang terkecil
sampai yang terbesar.
2)
Mencari skor baku dari skor
mentah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana:
S = Simpangan
Baku
=
Skor rata-rata
Xi = Skor
dari tiap soal
3)
Dengan menggunakan daftar
distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Zi) = P (P < Zi)
4)
Menghitung jumlah proporsi skor
baku yang lebih baku atau sama Zi yang dinyatakan dengan S(Zi)
dengan menggunakan rumus:
5)
Menghitung selisih F (Zi)
– S(Zi), kemudian ditentukan nilai mutlaknya.
6)
Ambil harga mutlak yang
terbesar dari harga mutlak selisih itu diberi simbol Lo. Lo = maks
7)
Bandingkan nilai Lo yang
diperoleh dengan nilai Lo yang ada pada tabel. Pada taraf 0,05 jika Lo ≤ Ltabel
maka Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa data tersebut berasal dari
populasi berdistribusi normal.[43]
Langkah-
langkah dalan uji normalitas kelas sampel sama dengan uji normalitas kelas
populasi yaitu sama- sama menggunakan uji
Liliefors.
b)
Uji Homogenitas Variansi
sampel
Uji
homogenitas tujuannya adalah untuk mengetahui apakah sampel mempunyai variansi
homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan uji Barlett dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Membuat hipotesis, yaitu:
H0 : =
H1 : paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku
2.
Menghitung variansi
masing-masing kelompok
3.
Menghitung variansi gabungan
dari populasi menggunakan rumus:
4.
Menghitung harga satuan Barlett
dengan rumus:
5.
Menghitung harga satuan
Chi-kuadrat (X2) dengan rumus:
X2 = (ln 10)
6.
Membandingkan dengan dengan kriteria bila < untuk taraf α maka terima H0
artinya populasi homogen. [44]
c)
Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas dan
uji homogenitas, selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis bertujuan
untuk melihat perbandingan hasil belajar kedua kelas sampel. Dengan hipotesis
yaitu:
H0 : μ1 = μ2
: Hasil belajar matematika siswa yang
mengikuti pembelajaran Index Card Match
(ICM) sama dengan hasil belajar siswa yang mengikuti strategi pembelajaran
konvensional.
H1 : μ1 >
μ2 : Hasil belajar matematika
siswa yang mengikuti pembelajaran Index
Card Match lebih baik dari hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional.
Dimana adalah rata-rata kelas eksperimen dan adalah rata-rata kelompok kontrol.
Setelah dilakukan analisis diperoleh
bahwa data berdistribusi normal dan variansinya homogen, maka uji statistik
yang digunakan adalah uji t dengan
rumus:
dengan
Dimana:
= Nilai rata-rata kelas eksperimen
=
Nilai rata-rata kelas kontrol
S12 = Variansi
hasil belajar kelas eksperimen
S22 = Variansi
hasil belajar kelas kontrol
S =
Simpangan baku
n1 = Jumlah
siswa kelas eksperimen
n2 = Jumlah
siswa kelas kontrol
Kriteria:
Terima Ho jika , dimana didapat dari daftar distribusi t dan taraf
nyata 0,05 dan dk = n1 + n2 – 2, untuk harga t lainnya Ho
ditolak.[45]
DAFTAR PUSTAKA
Agus Suprijono, 2010. “Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM,” Yogyakarta:
Pustaka Pelajar)
Anas
Sudijono,2005.” Pengantar Statistik
Pendidikan”, Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.
Iskandar, 2008.”Metodologi
Penelitian Pendidikan dan Sosial”, Jakarta: Gaung Persada Press.
Margono,2007.” Metodologi Penelitian Pendidikan”, Jakarta:
Rineka Cipta.
Muhibbin Syah,
2003.”Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru”, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Ronal, E. Walpole,1992.” Pengantar Statistik”.
Jakarta : PT. Gramadia Pustaka Utama.
Sardiman, 2011. “Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar”, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Slameto,2010. “Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,”Jakarta: Rineka Cipta,
Sudjana,2005.” Metode Statistik”, Bandung: PT. Tarsito.
Suharsimi Arikunto,2008.” Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan”, Jakarta:
Bumi Aksara.
Sumadi Suryabrata,2004.” Metodologi Penelitian,”.Jakarta: Raja Grafindo
Persada,
Syamsuddin & Vismaia,2007.”Metode
Penelitian Pendidikan Bahasa”,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Triyanto, 2010.”Mendesain Strategi Pembelajaran Inovatif
Progresif”, Jakarta: Kencana.
Tulus Winarsono , 2002.”Statistik dalam Penelitian Psikologi dan
Pendidikan”, Malang: UMM Press.
Wina Sanjaya,2008.” Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
http://gudangmakalah.blogspot.com/2012/08/skripsi-ptk-penerapan-strategi-reading.html
diakses tanggal 19 januari 2013
[3] Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi
PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),h.3
[4] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.2
[5] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), h.92
[6] Muhibbin Syah,…,h.132
[8] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya: Al-Mujaadilah
ayat 15, (Diponegoro, Bandung:2008), hal.543
[11] Agus Suprijono,…,h.13
[12] http://gudangmakalah.blogspot.com/2012/08/skripsi-ptk-penerapan-strategi-reading.html diakses tanggal 19 januari 2013
[13] http://gudangmakalah.blogspot.com/2012/08/skripsi-ptk-penerapan-strategi-reading.html diakses tanggal 19 januari 2013
[14] http://gudangmakalah.blogspot.com/2012/08/skripsi-ptk-penerapan-strategi-reading.html diakses tanggal 19 januari 2013
[15] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.101
[20] Nasution,…,hal.209
[21] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 185
[22] Wina Sanjaya,…, h. 190
[25] Syamsuddin & Vismaia, Metode
Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) , h.
158
[26] Tulus Winarsono , Statistik dalam Penelitian Psikologi dan
Pendidikan, (Malang: UMM Press, 2002), h.12
[27] Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan
Sosial, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h.69
[29] Sudjana,…, h. 261-263
[31] Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2007), h.133
[37] Zainal Arifin,…,h. 135
[38] Zainal Arifin,…, h. 133
[41] Iskandar,…,h.83
[42] Triyanto, Mendesain Strategi Pembelajaran Inovatif
Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), h.243
[44] Sudjana,…,h.261-263