1/27/2013

PROPOSAL MP3M (Fitri Susanti)




PROPOSAL
PENERAPAN STRATEGI INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 1 BANUHAMPU PADANG LUA

Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika

STAIN





Fitri Susanti
(2410.006)


Dosen pembimbing
Imamuddin, M.Pd


JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
SUMBAR
2012

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul Penerapan Strategi Index Card Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMPN 1 Banuhampu Padang Lua”. Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.
Dalam pelaksanaan penyusunan proposal ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1.      Ibunda dan Ayahanda tercinta yang telah membantu penulis dengan Do’a dan dukungan dalam berbagai hal.
2.      Bapak Imamuddin,M.Pd selaku Dosen Pembimbing sekaligus Dosen pada mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.
3.      Rekan-rekan yang senasib dan seperjuangan yang telah memberikan bantuan, masukan, kritikan dan saran-saran.
Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal ibadah bagi Ibunda, Ayahanda, Bapak, dan rekan-rekan, sehingga memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan proposal atau tulisan penulis berikutnya. Semoga proposal ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan khususnya pendidikan matematika.

Bukittinggi,    Januari 2013

Penulis


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Identifikasi Masalah
C.     Pembatasan Masalah
D.    Rumusan Masalah
E.     Tujuan Penelitian
F.      Manfaat Penelitian
BABII KAJIAN TEORI
A.    Landasan Teori
B.     Kerangka
C.     Hipotesis
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.      Jenis Penelitian
B.       Rancangan Penelitian
C.       Populasi dan Sampel
D.      Variabel dan Data
E.       Prosedur Penelitian
F.        Instrumen Penelitian
G.      Teknik Analisis Data
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Pada suatu negara, pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia-manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan hajat orang banyak yang akan menjadi barometer bagi setiap manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin luas pola pikir, pola tindak, dan pola lakunya. Oleh karena itu pendidikan perlu mendapat perhatian, penanganan dan prioritas secara intensif dari pemerintah, masyarakat maupun pengelola pendidikan, dan untuk memperoleh pendidikan yang maksimal semua itu bsa didapat dari proses belajar.
Allah juga telah menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa manusia yang mencari ilmu pengetahuan akan ditinggikan derajatnya, sebagaimana dalam al-Qur’an surat Al- Mujadillah ayat 11 yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
Artinya:Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan, maka kita perlu memperoleh dan menguasainya. Hal ini dijelaskan dalam surah At-Taubah ayat 122 yang berbunyi:
$tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ
Artinya :Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”[1].

Berdasarkan surah At-Taubah ayat 122 di atas, jelas bahwa hukum dalam menuntut ilmu adalah fadhlu kifayah, termasuk dalam mempelajari matematika. Matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang berpengaruh dan mempunyai peranan penting dalam  perkembangan  ilmu pengetahuan, teknologi dan memajukan daya pikir manusia.
Pendidikan matematika merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting peranannya dalam upaya membina dan membentuk manusia berkualitas tinggi. Dalam perkembangan modern, matematika memegang peranan penting karena dengan bantuan matematika semua ilmu pengetahuan sempurna. Pembelajaran matematika di sekolah merupakan saran berfikir yang jelas, kritis, kreatif, sistematis, dan logis. Arena untuk memecahkan  masalah kehidupan sehari-hari, mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman dan perkembangan kreatifitas. Proses pembelajaran matematika sebaiknya memenuhi keempat pilar pendidikan masa datang yaitu:
1.      Proses ”learning to know” : siswa memiliki pemahaman dan penalaran yang bermakna terhadap produk dan proses matematika (apa, bagaimana, dan mengapa) yang memadai.
2.      Proses “learning to do” : siswa memiliki keterampilan dan dapat melaksanakan proses matematika (doing math) yang memadai untuk memacu peningkatan perkembangan intelektualnya.
3.      Proses ”learning to be” : siswa dapat menghargai atau mempunyai apresiasi terhadap nilai-nilai keindahan akan produk dan proses matematika yang ditunjukkan dengan sikap senang belajar, bekerja keras, ulet, sabar, disiplin, jujur serta mempunyai motif berprestasi dan rasa percaya diri.
4.      Proses ”learning to live together in peace and harmoni” : siswa dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dalam metematika melalui bekerja atau belajar bersama, saling menghargai pendapat orang lain dan sharing ideas.[2]

Bersamaan dengan adanya keempat pilar pendidikan masa datang tersebut hendaknya proses pembelajaran matematika dapat dilaksanakan berdasarkan keempat pilar tersebut agar dapat menjadikan proses pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna.
Hal inilah yang menyebabkan matematika dipelajari disekolah oleh semua siswa dari SD hingga SMA/SMK/STM dan bahkan juga di perguruan tinggi. Namun kenyataan yang terjadi disekolah menunjukkan bahwa banyak siswa yang tidak menyukai matematika karena dianggap sebagai bidang studi yang paling sulit, sehingga mengakibatkan rendahnya nilai matematika di sekolah.
Mengingat pentingnya matematika saat ini, berbagai usaha telah dilakukan, antara lain selain penyempurnaan kurikulum, pemerintah juga berusaha meningkatkan kemampuan guru dengan penataran, serta  melengkapi sarana dan prasarana pengajaran. Di samping itu pemerintah juga melakukan pengawasan bantuan dan dorongan pada guru dalam  rangka perbaikan pengajaran. Namun hal tersebut belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Kenyataan menunjukkan bahwa sejauh ini belum sepenuhnya proses pembelajaran  matematika mencapai target Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini terlihat dari rata- rata hasil belajar siswa pada ulangan harian pertama matematika di kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.  Nilai rata- rata ulangan harian pada mata pelajaran matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua
tahun pelajaran 2012/2013
No
Kelas
Jumlah peserta didik
Rata-rata
Persentase ketuntasan
Nilai ≥ 71
Nilai < 71
1
VII1
25
60,70
37.5%
62.5%
2
VII2
28
56,78
14.7%
85.3%
3
VII3
25
50,40
24.3%
75.7%
4
VII4
26
52,50
55.3%
44.7%
5
VII5
25
66,72
31.3%
68.7%
6
VII6
25
52,53
15%
85%
7
VII7
25
51,57
11.6%
88.4%
        (Sumber: guru matematika kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua)
Dari tabel di atas terlihat bahwa hasil ulangan harian 1 pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua pada tahun pelajaran 2012/2013 berada di bawah KKM. Menurut ketentuan di SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua tersebut adalah 71.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di SMP N 1 banuhampu padang lua diketahui bahwa banyak siswa yang kurang berminat mempelajari matematika. Keadaan ini terlihat dari kurangnya aktifitas siswa dalam belajar matematika. Model pembelajaran yang sering digunakan guru dalam kelas adalah ekspositori dimana dalam proses pembelajaran, guru menerangkan pelajaran dan diikuti dengan pemberian contoh soal dan siswa diminta menyalin ke buku catatan. Lalu guru memberikan soal dan menyuruh siswa mengerjakan sendiri – sendiri. Pengamatan menunjukkan bahwa, jika soal yang diberikan tidak mirip dengan contoh soal, siswa cendrung tidak dapat mengerjakannya dan siswa merasa bosan serta kurang tertarik mempelajarinya, akhirnya menjadikan matematika menjadi pelajaran yang dibenci siswa.
Dari hasil wawancara awal dengan beberapa orang siswa diketahui bahwa siswa menganggap matematika sulit, penuh dengan rumus-rumus. dan kebanyakan dari siswa tidak mengerti mengenai materi yang dipelajari  siswa sering melihat hasil temannya dalam setiap kali mengerjakan tugas. Mereka merasa kesuliatan dalam menganalisa suatu soal yang berbeda dari contoh yang diberika guru, akhirnya siswa bersifat pasif dan takut bertanya pada guru.
Dari permasalahan di atas dibutuhkan suatu komunikasi yang baik antara guru dan siswa sehingga informasi yang disampaikan guru dapat diterima dengan yang baik oleh siswa. Oleh karena itu kegiatan belajar mengajar perlu menggunakan suatu model pembelajaran. Suatu model pembelajaran yang dapat menciptakan komunikasi antara guru dan siswa, sehingga materi pembelajaran dapat disampaikan dengan baik.
Sebagai tindak lanjut dalam mencari pemecahan dari masalah-masalah tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian  dengan judul “Penerapan Strategi Index Card Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa kelas VII SMPN 1 Banuhampu Padang Lua.”
B.  Identifikasi Masalah
Dalam uraian pada latar belakang, masalah dapat didentifikasikan sebagai berikut :
1.      Proses belajar mengajar yang masih terpusat pada guru
2.      Materi Matematika yang abstrak  membuat siswa merasa sulit mempelajari sehingga siswa cenderung tidak menyukai matematika.
3.      Aktifitas siswa dalam pembelajaran belum berkembang secara optimal yang tergambar pada aktifitas siswa yang masih monoton.
4.      Guru masih menggunakan strategi pembelajaran yang cenderung sama pada setiap kali pertemuan sehingga menyebabkan kurangnya minat dan respon siswa terhadap pembelajaran.
5.      Hasil belajar matematika siswa masih rendah dengan indikasi banyaknya siswa yang belum mencapai Ketuntasan Kompetensi Minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah.
C.  Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki, maka masalah-masalah yang dibahas dalam penelitian yang akan diteliti ini hanya difokuskan pada aktifitas, respon, dan hasil belajar siswa terhadap Index Card Match (ICM) pada mata pelajaran matematika di kelas VII SMPN 1 Banuhampu Padang Lua Tahun Pelajaran 2012/2013.
D.  Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang ada diatas, maka yang akan menjadi pokok permasalahan yang akan peneliti lakukan adalah:
1.    Bagaimanakah aktifitas siswa selama pembelajaran dengan Index Card Match (ICM) berlangsung?
2.    Bagaimanakah respon siswa setelah pembelajaran dengan Index Card Match (ICM) diterapkan?
3.    Apakah hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Index Card Match (ICM) lebih baik dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?
E.  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang akan peneliti lakukan ini adalah untuk menjawab permasalahan pokok diatas yaitu :
1.      Mengetahui aktifitas siswa selama pembelajaran dengan Index Card Match (ICM) berlangsung.
2.      Mengetahui respon siswa setelah pembelajaran dengan Index Card Match (ICM) diterapkan.
3.      Mengetahui hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Index Card Match (ICM) dan  yang mengikuti pembelajaran konvensional.
F.   Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami Proposal ini, maka peneliti akan menjelaskan beberapa istilah dibawah ini:
Strategi Pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Index Card Match (ICM) adalah mencari jodoh kartu tanya jawab yang dilakukan secara berpasangan dan cara menyenangkan lagi aktif untuk meninjau ulang pelajaran
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan strategi ekspositori dan pemberian tugas secara individu yang menggunakan komunikasi satu arah.
Aktifitas siswa adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
Respon siswa adalah tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajarannya.
Hasil belajar  siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
G. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang akan diteliti ini diharapkan berguna sebagai:
1.      Sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran matematika di SMPN 1 Banuhampu Padang Lua
2.      Sebagai bahan perbandingan bagi guru/calon guru untuk meninjau kemampuan siswa SMP dalam memecahkan masalah dengan Index Card Match (ICM)
3.      Sebagai pertimbangan bagi guru untuk menerapkan Index Card Match (ICM)
4.      Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang ingin meneliti penelitian sejenis.
5.      Bahan masukan bagi guru matematika pengetahuan bagi guru dan pembaca tentang penerapan pengajaran matematika dengan Index Card Match (ICM).
6.      Bekal pengetahuan dan pengalaman bagi penulis yang nantinya dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.  Landasan Teori
1.      Pengertian Belajar
Belajar adalah usaha seseorang dalam memperoleh pengalaman/ pengetahuan baru sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan kemampuan siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tidak dapat memecahkan masalah menjadi dapat memecahkan masalah. Jadi belajar harus melalui proses, sehingga siswa bukan hanya sekedar menerima konsep dan prinsip-prinsip.
Morgan menjelaskan bahwa: “Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman”.[3] Sedangkan menurut Slameto, “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.[4] Selanjutnya Muhibbin Syah juga menyebutkan bahwa: “Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.[5]
Bertolak dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dialami peserta didik akibat berinteraksi dengan lingkungannya, belajar lebih mengutamakan proses bukan hasil. Seseorang yang melakukan proses belajar akan mendapatkan suatu hal berupa perubahan tingkah laku sesuai dengan proses belajar yang ia lalui dan hasil yang ia harapkan.
Proses belajar yang dilalui siswa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1.        Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.
2.        Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.
3.        Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar yang meliputi strategi dan strategi yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. [6]

Pendekatan belajar merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa, oleh karena itu guru harus melaksanakan kegiatan pengajaran sebaik mungkin sehubungan dengan tugasnya sebagai pendidik. Dalam teori Gestalt, John Dewey mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
a.         Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian.
b.        Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa.
c.         Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar. [7]
Hal terpenting dalam pembelajaran di sekolah adalah belajar, karena dengan belajar, pembelajaran akan lebih efektif. Dan sebagai guru pun, dalam perencanaan pengajaran ada beberapa hal yang harus diperhatikan, salah satu yang terpenting adalah memperhatikan karakteristik siswa yang diajar, dengan begitu maka seorang guru akan mengetahui masalah belajar yang dihadapi siswa. Jadi, guru akan merencanakan pengajaran sesuai keadaan siswa, selanjutnya guru akan melaksanakan proses dan evaluasi pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Dengan demikian, maka hasil belajar yang efektif dan efesien akan tercapai.
Allah SWT juga menjelaskan tentang belajar dan ilmu pengetahuan dalam firman-Nya surat Al-Mujaadilah ayat 15 yang berbunyi:
Æìsùötƒ…… ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ
Artinya: ”……Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Mujaadilah: 15)[8]

Orang yang menuntut ilmu memiliki kedudukan yang mulia di hadapan Allah SWT, Allah memberikan keutamaan-keutamaan kepada orang yang berilmu sebagaimana Dia memberikan keutamaan kepada orang yang beriman. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar dan menuntut ilmu merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan bahkan diwajibkan kepada setiap orang dalam rangka menuju perubahan kearah yang lebih baik.
Setiap individu, bila melaksanakan kegiatan belajar akan mengalami perubahan tingkah laku yang positif. Adapun tingkah laku yang dimiliki oleh orang yang belajar adalah:
a.         Perubahan terjadi secara sadar.
b.        Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional.
c.         Perubahan bersifat menetap.
d.        Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan pasif.
e.         Perubahan terjadi secara terarah dan bertujuan.
f.         Perubahan dalam belajar mencakup seluruh aspek. [9]
Untuk mencapai tujuan tersebut tidak lepas dari tugas merancang pembelajaran. Suherman mendefenisikan pembelajaran sebagai berikut: “Pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan”.[10]
Sedangkan Suprijono mengungkapkan bahwa:
“Pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran adalah peserta didik. Pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif”.[11]

Dalam pembelajaran, siswa dipandang sebagai pusat pembelajaran, guru bertindak sebagai fasilitator yang memfasilitasi kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu guru harus dapat mengusahakan sistem pembelajaran sedemikian rupa, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kegiatan pembelajaran, sehingga siswa dapat menguasai pembelajaran secara optimal dan mencapai hasil yang optimal pula.
2.      Pengertian mengajar
Mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan mengajar yang mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan usaha mengorganisasikan lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran, sehingga terjadi proses belaajar mengajar.Mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa. Belajar merupakan suatu proses yang kompleks, tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dri guru kepada siswa. Banyak kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar lebih baik pada seluruh peserta didiknya. Ilmu pengetahuna yang diajarkan bersumber dari buku-buku sehingga pelajaran bersifat intelektualistis tanpa dihubungkan dengaan kegiatan sehari-hari.
Dalam proses pengajaran ada 4 hal yang harus dijadikan muatan aktifis sekaligus, dimana pengajar harus mempunyai peran sebagai berikut:
a.       Sebagai fasilitator, ialah menyediakan situasi kondisi yang dibutuhkan oleh individu yang lain.
b.      Sebagai pembimbing, ialah memberikan bimbingan kepada siswa dalam interaksi edukatif, agar siswa mampu belajar dengan lancar dan berhasil secara efektif dan efesien.
c.       Sebagai motivator, ialah memberi dorongan semangat agar siswa mau dan giat belajar.
d.      Sebagai organisator tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan itu dapat dipahami peserta didik.
3.      Kesulitan belajar
Dalam kegiatan belajar terdapat kesulitan, yakni suatu kesulitan atau keadaan yang terdapat dalam proses belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan yang terjadi dalam mencapai hasil belajar. Dalam proses belajar siswa mengalami hambatan belajar dalam mencapai hasil belajar, sehingga cenderung menunjukkan prestasi hasil belajar yang rendah. Untuk itulah perlu  dilakukan suatu cara yang dapat menolong siswa untuk mencapai hasil belajar yang baik. Dalam proses belajar mengajar gurulah sebagai penanggung jawab sehingga dalam ini guru harus dapat memahami gejala-gejala kesulitan belajar tersebut yang dapat dilihat dari berbagai tingkah laku siswa sehingga akan dapat ditentukan dengan situasi yang dihadapi oleh siswanya, misalnya memperoleh nilai matematika yang rendah.
Seperti dikemukakan H.K.Partowisastro dan hadisuparto (1986:46) bahwa:
“suatu masalah dalam belajar itu jika seorang siswa tidak memenuhi harapan-harapan yang diisyaratkan kepadanya oleh sekolah seperti yang tercantum pada tujuan dari kurikulum dan kurikuler.
Namun harapan-harapan ini tidak dapat tercapai bila siswa mengalami kesulitan belajar seperti yang diutarakan H.K.Partowisastro da hadisuparto (1986:47) bahwa:
“suatu masalah timbul, kalau seorang siswa itu berada dibawah taraf prilaku dari sebagian besar teman sekelasnya pad mata pelajaran maupun prilaku sosial yang dianggap penting oleh guru”
Hal ini menuntut supaya guru mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa.
Ada dua faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu:
a.       Faktor internal, berupaya faktorbelajar yang bersumber dari dalam diri siswa tersebut diantaranya kematangan, kecerdasan, latihan dan motivasi
b.      Faktor Eksternal, berupaya faktor belajar yang bersumber dari luar diri siswa diantaranya lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Untuk itulah, guru harus lebih jeli mengenali situasi dan kondisi siswa sesuai dengan faktor internal dan eksternal seperti yang dikemukakan diatas, sehingga guru dapat melakukan pendekatan yang efektif dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa.
4.      Strategi Pembelajaran
Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Secara umum strategi dapat diartikan sebagai rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk memecahkan masalah atau untuk mencapai tujuan tertentu.
Seperti yang diungkapkan Lawson (dalam Sanjaya 2008:210) bahwa “Strategi dapat diartikan sebagai prosedur mental yang berisi tatanan langkah yang menggunakan upaya ranah cipta untuk mencapai tujuan tertentu”. Sedangkan dalam konteks pengajaran “Strategi dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan” (Djamarah 2006:5).
Strategi merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung berhasilnya suatu kegiatan pembelajaran, karena arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Menurut Kemp (dalam Sanjaya 2008:126) “Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien”.
Sejalan dengan pendapat di atas Sudjana (dalam Rohani 2004:34) mengatakan bahwa “Strategi pengajaran (mengajar) adalah ‘taktik’ yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pengajaran) agar dapat mempengaruhi para siswa (peserta didik) mencapai tujuan pengajaran secara lebih efektif dan efisien”.
Dengan demikian, sebelum menentukan strategi pembelajaran, perlu dirumuskan tujuan pembelajaran yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, agar dalam penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya dapat diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
5.      Strategi Index Card Match
a.      Pengertian Strategi Index Card Match
Strategi ini adalah strategi untuk mengatasi masalah belajar dengan mencocokkan kartu indeks. Dalam tulisan Silberman (2009:240), “Index Card Match adalah cara menyenangkan lagi aktif untuk meninjau ulang materi pelajaran, ia membolehkan peserta didik untuk berpasangan dan memainkan kuis dengan kawan sekelas”.[12]
Strategi Index Card Match (Mencari Pasangan) adalah suatu strategi pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar aktif dan bertujuan agar siswa mempunyai jiwa kemandirian dalam belajar serta menumbuhkan daya kreatifitas.
Tipe Index Card Match ini berhubungan dengan cara-cara untuk mengingat kembali apa yang telah mereka pelajari dan menguji pengetahuan serta kemampuan mereka saat ini dengan teknik mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana menyenangkan.[13]
Biasanya guru dalam kegiatan belajar mengajar memberikan banyak informasi kepada siswa agar materi atau pun topik dalam program pembelajaran dapat terselesaikan tepat waktu, namun guru terkadang lupa bahwa tujuan pembelajaran bukan hanya materi yang selesai tepat waktu tetapi sejauh mana materi telah disampaikan dapat diingat oleh siswa. Karena itu dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan peninjauan ulang atau review untuk mengetahui apakah materi yang disampaikan dapat dipahami oleh siswa. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Silberman (2009:239) bahwa “Salah satu cara paling menyakinkan untuk menjadikan  belajar tepat adalah meyertakan waktu untuk meninjau apa yang telah dipelajari”. Materi yang telah dibahas oleh siswa cenderung lima kali lebih melekat di dalam pikiran ketimbang materi yang tidak.
Kurniawati (2009) juga mengatakan bahwa: “Strategi pembelajaran Index Card Match merupakan suatu strategi yang cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya”. Namun demikian, materi baru pun tetap bisa diajarkan dengan strategi ini dengan catatan, peserta didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan. Menurut Hisyam Zaini, dkk (2008:69) model Index Card Match (mencari pasangan) adalah “strategi yang cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya”.
Berdasarkan pendapat di atas, strategi pembelajaran Index Card Match merupakan strategi pembelajaran yang menuntut siswa untuk bekerja sama dan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab siswa atas apa yang dipelajari dengan cara yang menyenangkan. Siswa saling bekerja sama dan saling membantu untuk menyelesaikan pertanyaan dan melemparkan pertanyaan kepada pasangan lain. Kegiatan belajar bersama ini dapat membantu memacu belajar aktif dan kemampuan untuk mengajar melalui kegiatan kerjasama kelompok kecil yang memungkinkan untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi.
Dengan demikian strategi belajar aktif tipe Index Card Match adalah suatu cara pembelajaran aktif untuk meninjau ulang materi pelajaran dengan teknik mencari pasangan kartu indeks yang merupakan jawaban atau soal sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana menyenangkan.
b.         Sintaks strategi index card march
1)      Guru mempersiapakan potongan-potongan kertas sebanyak separuh siswa dalam kelas yang akan diajar.
2)      Potongan-potongan kertas tersebut dibagi lagi menjadi dua bagian yang sama.
3)      Pada separuh bagian ditulis pertanyaan tentang materi yang diajarakan. Setiap kertas berisi satu pertanyaan.
4)      Pada separuh bagian yang lain, ditulis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat.
5)      Kemudian potongan-potongan tersebut dicampur aduk secara acak, sehingga tercampur antara soal dengan jawaban.
6)      Kertas-kertas tersebut kemudian dibagikan kepada setiap siswa, satu siswa satu kertas. Diterangkan aturan main bahwa siswa yang mendapat soal harus mencari temannya yang mendapat jawaban dari soal yang diperolehnya, demikian pula sebaliknya.
7)      Setelah siswa menemukan pasanganya, siswa diminta untuk duduk sesuai dengan pasangan yang diperolehnya. Antar pasangan satu dengan yang lain diminta untuk tidak memberitahukan materi yang diperolehnya.
8)      Setelah semua siswa menemukan pasangannya dan duduk berdekatan, setiap pasangan diminta untuk membacakan soal  yang diperoleh dengan suara keras secara bergantian agar didengar oleh teman-teman yang lain, kemudian pasangannya membacakan jawaban juga dengan suara keras.
9)      Setelah semua pasangan telah membaca soal dan jawaban yang diperoleh kemudian guru membuat klarifikasi. Bersama-sama siswa guru membuat kesimpulan hasil belajar yang telah dilakukan.
c.           Kelebihan dan Kelemahan Index Card Match
Strategi pembelajaran Index Card Match sebagai salah satu aternatif yang dapat dipakai dalam penyampaian materi pelajaran selama proses belajar mengajar juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Handayani (2009) menyatakan bahwa terdapat kelebihan dan kelemahan strategi pembelajaran Index Card Match.
1)   Kelebihan dari strategi belajar aktif Index Card Match yaitu:
a)   Menumbuhkan kegembiraan dalam kegitan belajar mengajar.
b)   Materi pelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa.
c)  Mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan.
d)  Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar.
e)   Penilaian dilakukan bersama pengamat dan pemain.
2)   Kelemahan dari strategi belajar aktif Index Card Match yaitu:
a)   Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa untuk menyelesaikan tugas dan prestasi.
b)   Guru harus meluangkan waktu yang lebih.
c)   Lama untuk membuat persiapan
d)  Guru harus memiliki jiwa demokratis dan ketrampilan yang memadai dalam hal pengelolaan kelas
e)   Menuntut sifat tertentu dari siswa atau kecenderungan untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah
f)    Suasana kelas menjadi “gaduh” sehingga dapat mengganggu kelas lain.
6.          Pendekatan dalam strategi Index Card Match yaitu Pendekatan pembelajaran siswa aktif (Active Learning)
Tujuan pembelajaran tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (self regulated). Karena itu, pembelajaran memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan menghasilkan self regulated. Yang bisa menghasilkan self regulated adalah pembelajaran aktif (active learning). Hal ini sejalan dengan pernyataan Confucius (dalam Silberman 2009:1) tentang pentingnya pembelajaran aktif yaitu: “Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya lakukan, saya paham”[14].
Menurut Zaini (2008:14) “Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif”. Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu active learning juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran aktif, siswa harus mengerjakan banyak tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa active learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi ini pada anak didik dapat membantu ingatan (memory) mereka.
Strategi pembelajaran aktif dimaksudkan untuk mengoptimalkan semua potensi anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Pembelajaran ini pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respon anak didik dalam pembelajaran sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dalam strategi ini juga setiap materi pelajaran harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya.
Ada banyak strategi pelajaran yang dapat digunakan dalam menerapkan pembelajaran aktif di sekolah. Silberman (2009) mengemukakan 101 bentuk strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran aktif. Kesemuanya dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai oleh siswa. Salah satu bentuk strategi itu adalah Strategi Pembelajaran Index Card Match (pencocokan kartu indeks).
7.      Aktifitas Siswa
Kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari aktifitas, sebab belajar dan mengajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku melalui kegiatan. Itulah sebabnya aktifitas merupakan prinsip dasar dalam interaksi pembelajaran.
Aktifitas siswa dalam kelas dapat dilihat dari partisipasi siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung. Dalam pembelajaran, aktifitas siswa terlahir karena adanya motivasi dan dorongan. Oleh sebab itu, guru harus berupaya untuk membimbing siswa agar dapat beraktifitas secara maksimal.  Aktifitas yang dimaksud adalah aktifitas yang berhubungan dengan pembelajaran dikelas.
Aktifitas dapat berupa interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan siswa dengan lingkungannya. Berbagai macam aktifitas dapat dilakukan siswa di dalam kelas. Paul B Diedrich dalam Sardiman membagi aktifitas belajar siswa sebagai berikut:
a.    Visual activities, seperti: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b.    Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c.    Listening activities, seperti mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
d.   Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
e.    Drawing activities, seperti: membuat grafik, peta, diagram.
f.     Motor activities, misalnya: melakukan percobaan, membuat konstruksi, mereparasi, berkebun, beternak.
g.    Mental activities, misalnya; menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
h.    Emotional activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.[15]

Dalam pembelajaran di kelas, semua aktifitas ini saling mendukung satu sama lain. Jika siswa aktif dalam belajar maka tujuan pembelajaran akan mudah tercapai.
Setelah disesuaikan dengan strategi pembelajaran Index Card Match, maka aktifitas yang  akan diamati dalam  penelitian ini adalah seperti yang diperlihatkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.2. Aktifitas yang Akan Diamati
No
Indikator Aktifitas
Aktifitas Yang Diamati
1.
Visual activities
Membaca petanyaan dan jawaban
2.
Listening activities
Mendengarkan pertanyaan yang sesuai dengan jawaban
3.
Mental Activities
Menyelesaikan/mecahkan soal
4.
Oral Activities
a.    Mempresentasikan jawaban dan pertanyaan di depan kelas
b.   Menanggapi presentasi siswa yang tampil
5
Emotional activities
Tanggapan siswa dalam kelompok

8.      Respon Siswa
Respon adalah istilah yang digunakan oleh psikologi untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera. Respon biasanya diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dimunculkan setelah dilakukan perangsangan. Teori Behaviorisme menggunakan istilah respon yang dipasangkan dengan rangsang dalam menjelaskan proses terbentuknya perilaku.
Respon adalah interaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. Respon akan mempengaruhi persepsi orang lain terhadap individu tersebut dan pada gilirannya akan mempengaruhi interaksi sosial antar individu.
Respon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah yang berkaitan dengan komponen pembelajaran setelah siswa mengikuti pembelajaran strategi ICM yaitu: materi pelajaran, cara belajar, dan cara guru mengajar.
9.      Hasil Belajar
a.       Pengertian Hasi Belajar
Moedjiono dan Dimyanti (1994:4) berpendapat bahwa, “hasil belajar adalah hasil dari interaksi tindak belajar murid dan tindak mengajar yang dilakukan oleh guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi, sedang tindak belajar merupakan puncak dari proses belajar dengan meningkatnya kemampuan”. Selanjutnya hasil belajar menurut (Agung, 2005:75) adalah “hasil yang diperoleh siswa setelah mengalami interaksi proses pembelajaran”.
Senada dengan  pernyataan Sudjana (Nurkancana & Sunartana, 1990:110), mendefinisikan evaluasi hasil belajar adalah “suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai keberhasilan belajar  seorang setelah ia mengalami proses belajar selama satu priode tertentu”. Pernyataan tersebut, menekankan bahwa hasil belajar sebagai hasil dari proses pembelajaran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu peningkatan kemampuan siswa yang diperoleh melalui penyampaian informasi dan pesan oleh guru setelah proses pembelajaran berlangsung, yang berupa angka atau selama satu periode tertentu.
b.        Ciri-Ciri Hasil Belajar
Dimyati & Moedjiono (dalam Agung, 2005:75) menyatakan, “ciri-ciri hasil belajar ada tiga yaitu: (1) hasil belajar memiliki kepastian berupa pengetahuan, kebiasaan, keterampilan, sikap atau cita-cita, (2) adanya perubahan mental dan perubahan jasmani, (3) memiliki dampak pengajaran dan dampak pengiring”. Tabrani Rusyan (1991:1) menyatakan “belajar adalah suatu proses yang ditandai oleh adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari pengamatan dan latihan. Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku dan kecakapan serta kemampuan”.
Menurut (Agung, 2005:76): “ciri-ciri hasil belajar melibatkan perolehan kemampuan-kemampuan yang dibawa sejak lahir. Belajar bergantung kepada pengalaman, sebagai dari pengalaman itu merupakan umpan balik dari lingkungan, memperoleh kecakapan baru dan membawa perbaikan para ranah kognitif, afektif, psikomotorik”.
Dari pendapat tersebut dapat di simpulkan ciri-ciri hasil belajar adalah suatu proses yang ditandai oleh adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari pengamatan dan latihan yang membawa perubahan pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
c.        Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar.
Menurut Tabrani Rusyan (1993:32), menyatakan bahwa “hasil belajar yang dicapai siswa banyak ditentukan oleh faktor psikologis seperti kecerdasan, motivasi, perhatian, penghindaran, cita-cita peserta didik, kebugaran fisik dan mental serta ligkungan belajar yang menunjang”. Hasil belajar dipengaruhi  oleh dua faktor adalah sebagai berikut.
1)      Faktor dari luar, yaitu yang terdiri dari faktor lingkungan (faktor alam dan faktor social) serta faktor instrumental (kurikulum, program, sasaran, fasilitas dan guru).
2)      Faktor dari dalam, terdiri dari faktor fisiologis (kondisi fisik dan panca indra) dan faktor fsikologis (minat, bakat, kecerdasan, motivasi, dan keterampilan).
10.  Pembelajaran Matematika
Berdasarkan etimologis (Ela Tinggih, 1972:5), perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”[16]. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu matematika diperoleh dengan bernalar akan tetapi matematika lebih menekankan aktifitas dalam dunia rasio (penalaran) sedangkan ilmu lain lebih menekankan pada hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran. Sementara itu, James dan James (1976) dalam Suherman menyatakan bahwa: “Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi menjadi tiga bidang aljabar, analisis dan geometri”.[17]
Pada pembelajaran khususnya pembelajaran matematika, hendaknya siswa dapat terlibat aktif didalamnya, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.  Menurut Cobb dalam Suherman, “belajar matematika bukanlah suatu proses (pengepakan) pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir aktifitas, dimana kegiatan ini diinterprestasikan secara luas termasuk aktifitas dan berfikir konseptual”.[18] Jadi pembelajaran matematika adalah suatu pembelajaran yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan siswa melaksanakan kegiatan belajar matematika dimana siswa diberikan peluang untuk berusaha dan memahami dalam mencari pengalaman tentang matematika secara mendalam dan terstruktur.
11.  Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan strategi ekspositori dan pemberian tugas secara individu yang menggunakan komunikasi satu arah. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran konvensional lebih menitikberatkan pada keaktifan guru. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilaksanakan dengan strategi ekspositori.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Eman Suherman:
“Pada strategi ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus bicara, ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya  kalau tidak mengerti, guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individu atau kelompok”.[19]

Untuk kelas kontrol, kegiatan pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru yaitu dengan strategi ekspositori, dimana guru menyampaikan materi dan menyelesaikan contoh soal, dan siswa menerima apa yang disampaikan oleh guru, setelah itu siswa diberikan soal latihan yang diselesaikan secara individu. Pada akhir pembelajaran, guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran.
Menurut Nasution, pembelajaran konvensional memiliki ciri–ciri sebagai berikut:
a.    Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik kedalam kelakuan yang dapat diukur
b.    Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok atau kelas secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu
c.    Bahan pelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru
d.   Berorientasi pada kegiatan guru dan mengutamakan kegiatan belajar
e.    Siswa kebanyakan bersifat pasif mendengar uraian guru
f.     Semua siswa harus belajar menurut kecepatan guru mengajar
g.    Penguatan umumnya diberikan setelah dilakukan ulangan atau ujian
h.    Keberhasilan belajar umumnya dinilai guru secara subjektif
i.      Pengajar umumnya sebagai penyebab dan penyalur informasi utama, dan
j.      Siswa biasanya mengikuti beberapa tes atau ulangan mengenai bahan yang dipelajari dan berdasarkan angka hasil tes atau ulangan, itulah nilai rapor yang diisikan.[20]

Dari uraian di atas terlihat bahwa pada pembelajaran konvensional siswa lebih banyak bersifat pasif mendengarkan uraian dari guru yang diberikan dalam bentuk ceramah, hal ini dapat menyebabkan belajar siswa menjadi belajar menghafal sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih cepat terlupakan.  Dalam pembelajaran ini guru tidak dapat memperhatikan siswa secara individu karena materi pelajaran diberikan kepada kelas secara keseluruhan, sehingga keaktifan siswa belum terlihat dan guru juga belum bisa membedakan kemampuan belajar setiap indivu, baik perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
Pembelajaran konvensional biasanya diawali dengan penjelasan tentang materi atau konsep matematika oleh guru, dilanjutkan dengan memberikan contoh soal, contoh soal tersebut dibahas oleh guru dengan melibatkan siswa dalam menyelesaikan, kemudian memberikan siswa soal-soal latihan, dan diakhiri dengan pemberian tugas kepada siswa. Pembelajaran konvensional yang dimaksudkan disini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan guru di kelas yaitu melalui strategi ekspositori.
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran strategi ekspositori adalah sebagai berikut:
1.    Persiapan (preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah:
a.          Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif.
b.         Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar.
c.          Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa.
d.         Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.
2.    Penyajian (presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pembelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a.          Penggunaan bahasa.
b.         Intonasi suara.
c.          Menjaga kontak mata dengan siswa.
3.    Menghubungkan (correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitan dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.
4.    Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.
 Menyimpulkan bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a.          Mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi pokok persoalan.
b.         Memberi beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang telah disajikan.
c.         Dengan cara mapping melalui pemetaan keterkaiatan antarmateri pokok-pokok materi.
5.    Penerapan (Aplication)
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setalah mereka menyimak penjelasan guru. Teknik yang bisa dilakukan pada penerapan ini diantaranya adalah:
a.          Membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan.
b.         Memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan. [21]

Kelebihan dan kekurangan pembelajaran konvensional adalah:

1.      Kelebihan pembelajaran konvensional
a.       Dapat mengontrol urutan dan keluasan materi pelajaran, dengan demikian dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disajikan.
b.      Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
c.       Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus bias melihat atau mengobservasi(melalui pelaksanaan demontrasi).
d.      Bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
2.      Kelemahan pembelajaran konvensional
a.       Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.
b.      strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
c.       Karena strategi ini lebih banyak melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berfikir kritis.
d.      Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya dir,semangat, antusiasme, motivasi dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur ( berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil.
e.       Oleh karena gaya berkomunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pelajaran akan sangat terbatas pula. Disamping itu komunikasi satu arah bias mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru. [22]

Dari penjelasan di atas, maka dapat diklasifikasikan perbandingan antara pembelajaran matematika dengan strategi ETH dengan pembelajaran konvensional, seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1. Perbandingan Pembelajaran ETH dan Pembelajaran   Konvensional
Pembelajaran ICM
Pembelajaran Konvensional
1.      Siswa aktif.
2.      Guru sebagai fasilitator.

3.      Siswa mempunyai kesempatan untuk mengkonstruk dan mengembangkan pengetahuan sendiri.
4.      Siswa aktif menemukan konsep,
5.      Dapat melihat perbedaan kemampuan setiap individu siswa.
6.      Pemantauan terhadap peserta didik lebih intensif.

7.      Daya serap siswa lebih cepat dan bertahan lama karena siswa tidak menghafal.
1.      Siswa pasif.
2.      Guru adalah penentu jalannya pembelajaran.
3.      Kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan bersifat final.

4.      Konsep diberikan oleh guru dan siswa tidak dapat berbagi pengetahuan kepada sesama temannya.
5.      Perbedaan  kemampuan belajar siswa belum terlihat.

6.      Guru sering tidak memperhatikan keadaan tiap individu siswa.
7.      Cepat hilang karena bersifat menghafal.



B.  Kerangka Konseptual
Berdasarkan masalah dan teori yang telah dikemukakan, maka penelitian yang akan dilakukan dapat memberikan gambaran dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran ICM  pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Strategi pembelajaran ICM diharapkan dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa. Perbedaan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan menggunakan tes. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berikut :


 













Gambar 1. Skema kerangka konseptual yang akan diteliti
Untuk melihat adanya perkembangan aktifitas dan respon siswa dalam pembelajaran ICM ini dapat dilihat dari lembar observasi dan angket yang digunakan nantinya. Sedangkan  untuk melihat adanya peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari nilai siswa pada tes akhir. 
C.  Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: “hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi Index Card Match (ICM) lebih baik daripada hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.”

BAB III
METODE PENELITIAN
A.  Jenis Penelitian
Sesuai dengan jenis permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan maka jenis penelitian yang akan diteliti ini adalah penelitian eksperimen. “Eksperimen merupakan metode yang mengungkapkan hubungan antara dua variabel atau lebih untuk mencari pengaruh suatu variabel dengan variabel lain.”[23] Tujuannya adalah untuk menyelidiki kemungkinan hubungan  sebab akibat dengan cara mengenakan pada satu atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan. Pada penelitian yang akan diteliti ini, penelitian eksperimen yang digunakan adalah penelitian pra eksperimen yaitu penelitian yang mengandung ciri eksperimental dalam jumlah yang kecil.[24]
Untuk keperluan tersebut maka digunakan dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Siswa kelas eksperimen diajar dengan strategi pembelajaran Index Card Match (ICM)  sedangkan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.
B.  Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah The Static Group Comparison Design. Sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen adalah penerapan strategi pembelajaran Index Card Match (ICM) Sedangkan pada kelas kontrol tidak menerapkan strategi pembelajaran Index Card Match (ICM). 
Tabel 3.1.
Rancangan penelitian The Static Group Comparison Design [25]
C.            
Kelas
Treatment
Posttest
Eksperimen
X1
O
Kontrol
X2
O
D.           
E.     Keterangan:
X1  =
Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen, yaitu kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran Index Card Match (ICM).
X2  =
Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol, yaitu kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
O =
Tes akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di akhir penelitian


F.   Populasi dan Sampel
a.      Populasi
Populasi adalah seluruh individu yang dimaksudkan untuk diteliti.[26] Populasi dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua tahun pelajaran 2012/2013
Distribusi siswa setiap kelas dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.2. Distribusi siswa kelas siswa kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua tahun pelajaran 2012/2013
Kelas
Jumlah Siswa
X1
25
X2
28
X3
25
X4
26
X5
25
X6
25
X7
25
Jumlah Total
179
            (Sumber: guru matematika kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua)
b.      Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil secara representatif atau mewakili populasi yang bersangkutan atau bagian kecil yang diamati.[27] 
Dalam penelitian yang akan diteliti ini mengingat jumlah populasi 7 kelas maka hanya dibutuhkan 2 kelas sebagai sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Agar sampel yang diambil representatif artinya benar-benar mencerminkan populasi, maka pengambilan sampel dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Mengumpulkan nilai ulangan harian I matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua yang diperoleh dari guru mata pelajaran matematika.
b.      Melakukan uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui populasi berdistribusi normal atau tidak, sehingga langkah selanjutnya tidak menyimpang dari kebenaran.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0= Populasi berdistribusi normal.
H1= Populasi berdistribusi tidak normal
Untuk melihat sampel berdistribusi normal, digunakan uji Liliefors dengan langkah-langkah sebagai berikut:
                           1)          Data X1, X2, X3, ……, Xn diperoleh dan disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.
                           2)          Mencari skor baku dari skor mentah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana:
     S              = Simpangan Baku
                  = Skor rata-rata
     Xi             = Skor dari tiap siswa           
                           3)          Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Zi) = P (P < Zi)
                           4)          Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih baku atau sama Zi yang dinyatakan dengan S(Zi) dengan menggunakan rumus:
    
                           5)          Menghitung selisih F (Zi) – S(Zi), kemudian ditentukan nilai mutlaknya.
                           6)          Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih itu diberi simbol Lo.  Lo = maks  
                           7)          Bandingkan nilai Lo yang diperoleh dengan nilai Lo yang ada pada tabel. Pada taraf 0,05 jika Lo ≤ Ltabel maka Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.[28]

c.    Melakukan uji homogenitas variansi.
Uji homogenitas tujuannya adalah untuk mengetahui apakah populasi mempunyai variansi homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan uji Barlett dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)        Membuat hipotesis, yaitu:
H0   : populasi mempunyai variansi homogen
H1   : populasi mempunyai variansi tidak homogen
2)        Menghitung variansi masing-masing kelompok.
3)        Menghitung variansi gabungan dari populasi menggunakan rumus:
 .
4)        Menghitung harga satuan Barlett (B) dengan rumus:
5)        Menghitung harga satuan Chi-kuadrat (X2) dengan rumus:
6)        Membandingkan  dengan  dengan kriteria bila  <  untuk taraf nyata (α = 0,05) maka terima H0 artinya populasi homogen.[29]

d.   Melakukan uji kesamaan rata-rata
Adapun langkah-langkah dalam menguji kesamaan rata-rata populasi adalah:
1)        Tuliskan hipotesis statistik yang diajukan
H0:
H1: sekurang-kurangnya dua rata-rata tidak sama
2)        Tentukan taraf nyatanya (α)
3)        Tentukan wilayah kritiknya dengan menggunakan rumus:
4)        Tentukan perhitungan melalui tabel berikut:


Populasi

1
2
3
K
X11
X12
X1n
X21
X22
X2n
X31
X32
X3n

Xk1
Xk2
Xkn

Total
T1
T2
T3
Tk
T
Nilai
Tengah
1
2
3
k
       Tabel 3.5. Data Hasil Belajar Siswa Kelas Populasi
Perhitungannya dengan menggunakan rumus:
Jumlah Kuadrat Total (JKT)
Jumlah Kuadrat untuk nilai tengah Kolom (JKK)
Jumlah Kuadrat Galat (JKG) JKT­ JKK
Masukkan data hasil perhitungan ke dalam tabel berikut:
Tabel 3.6. Analisis Ragam Bagi Data  Hasil Belajar Siswa Kelas     Populasi
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
(JK)
Derajat Bebas (dk)
Kuadrat Tengah
Fhitung
Nilai tengah kolom
JKK
k-1
Galat
JKG
Total
JKT



5)        Keputusannya:
H0 diterima jika  
H0 ditolak jika

e.    Menentukan sampel
Jika populasi berdistribusi normal, mempunyai variansi yang homogen serta memiliki kesamaan rata-rata, maka pengambilan sampel dapat dilakukan secara acak. Pengambilan kelas sampel pada penelitian yang akan diteliti ini dilakukan dengan cara sampling parphosif, kelas sampel ditentukan oleh guru dengan beberapa pertimbangan. Melalui pertimbangan tersebut maka guru menetapkan kelas X1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X2 sebagai kelas kontrol.
G. Variabel dan Data
a.      Variabel
Variabel dapat diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari dua atribut atau lebih.[31]
Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah:
1.      Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah penerapan strategi pembelajaran Index Card Match (ICM) pada mata pelajaran matematika di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
2.      Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah hasil belajar siswa akibat penerapan strategi pembelajaran Index Card Match (ICM)
3.      Variabel perantara. Variabel perantara dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah aktifitas dan respon siswa akibat penerapan strategi pembelajaran tipe Index Card Match (ICM).
b.      Data
1.         Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah:
a)        Data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber utamanya.[32] Data primer dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah tentang aktifitas, respon siswa dan hasil belajar matematika siswa yang di peroleh setelah mengadakan eksperimen.
b)        Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui pengumpulan atau pengolahan data yang bersifat studi dokumentasi berupa penelaahan terhadap dokumen pribadi, resmi kelembagaan, referensi-referensi atau peraturan yang memiliki relevansi dengan fokus permasalahan penelitian.[33] Data sekunder dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah nilai ulangan harian I matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua.
2.         Sumber Data.
Sumber data dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah seluruh siswa kelas sampel, guru bidang studi matematika kelas VII SMP Negeri 1 Banuhampu Padang Lua
H.  Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang akan diteliti ini dapat digambarkan sebagai berikut :
1)   Tahap Persiapan
Hal- hal yang dilakukan dalam tahap persiapan ini mencakup:
a.    Penyusunan Skenario Pembelajaran dan materi pelajaran
b.    Menentukan kelas sampel
c.    Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
d.   Membuat kisi-kisi soal tes hasil belajar
e.    Membuat soal uji coba untuk tes hasil belajar
f.     Mempersiapkan lembar observasi untuk mencatat aktifitas siswa dan respon siswa.
g.    Menvalidasi instrumen penelitian.
h.    Mempersiapkan observer untuk mengamati aktifitas siswa,
i.      Melalukan uji coba soal tes.
j.      Menyusun soal tes akhir berdasarkan analisis soal uji coba beserta pembahasannya
2)   Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan pembelajaran pada masing-masing kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran Index Card Match (ICM) sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional, dan menuliskan Langkah-langkah kegiatan pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran Index Card Match (ICM) dan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional,
3)   Tahap Penyelesaian
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a.    Memberikan tes akhir pada masing-masing kelas sampel, yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen.
b.    Memberikan angket respon siswa kepada setiap siswa pada kelas eksperimen.
c.    Mengolah data hasil tes akhir, lembar observasi, dan angket respon siswa,
d.   Menarik kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan.
I.     Instrumen Penelitian
Dalam penelitian yang akan diteliti ini digunakan beberapa instrumen untuk melihat aktifitas, respon, dan hasil belajar siswa, yaitu:
1.         Lembar observasi
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian yang akan diteliti ini berdasarkan ciri- ciri individu aktif dan divalidasi oleh validator. Lembar observasi ini digunakan  untuk memperoleh informasi tentang  aktifitas siswa selama pembelajaran Index Card Match (ICM) berlangsung.
2.         Angket
Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran Index Card Match (ICM). Angket respon siswa ini berisi pernyataan-pernyataan tentang tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Angket diberikan setelah akhir pembelajaran. Angket diisi oleh setiap peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran dengan pembelajaran Index Card Match (ICM), dalam angket ini berisikan dua alternatif jawaban, yaitu iya dan  tidak.
3.         Tes Hasil Belajar
Tes yang diberikan adalah tes berbentuk essay. Karena tes essay dapat mendorong siswa untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan ide-idenya sendiri. Dalam penyusunan tes tersebut, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.         Menentukan tujuan mengadakan tes yaitu mengatahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran dan melihat apakah strategi pembelajaran yang digunakan berhasil diterapkan.
b.        Membuat batasan terhadap materi pelajaran yang akan diuji.
c.         Membuat kisi-kisi tes hasil belajar.
d.        Menyusun butir-butir soal tes sesuai kisi-kisi yang telah dibuat.
e.         Membuat pembahasan soal tes hasil belajar
f.         Validasi tes.
Validitas tes ini bertujuan untuk mengetahui validitas tes secara teoritis ( validitas isi ). Dalam suatu tes, tes dikatakan valid apabila materi yang akan diteskan kepada siswa sesuai bahan-bahan pelajaran yang diatur dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang telah digariskan dalam kurikulum.
g.        Melakukan uji coba tes
Sebelum tes dilaksanakan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, tes perlu diujicobakan. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah soal yang telah disusun dapat digunakan atau perlu direvisi.
h.        Analisis butir soal tes
Analisis ini dilakukan untuk melihat dan mengidentifikasi soal- soal yang baik, kurang baik dan soal yang tidak baik sama sekali.
Hal- hal yang dilakukan dalam melakukan analisis butir soal adalah:
1)   Validitas
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Untuk menentukan nilai validitas digunakan rumus:
Keterangan:
 Koefisien korelasi antara varabel X dan Y
 Jumlah testee
 Jumlah perkalian antara skor item dan skor total
 Jumlah skor item
 Jumlah skor total[34]

Adapun kriteria nilai validitas soal adalah sebagai berikut:
a)      Antara 0,800 sampai dengan 1,00   : sangat tinggi
b)      Antara 0,600 sampai dengan 0,800             : tinggi
c)      Antara 0,400 sampai dengan 0,600             : cukup
d)     Antara 0,200 sampai dengan 0,400             : rendah
e)      Antara 0,000 sampai dengan 0,200             : sangat rendah.[35]

Berdasarkan hasil analisis validitas tes diperoleh nilai R masing-masing item soal kemudian dicocokkan dengan kriteria interpretasi product moment.
2)   Reliabilitas Soal
Suatu tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut dilakukan berulang- ulang kali akan memperoleh hasil yang tetap.
Tes yang diberikan dalam penelitian yang akan diteliti ini adalah tes berbentuk uraian.
Untuk menentukan reliabilitas soal digunakan rumus:
 
Dengan:
Koefisien reliabelitas tes
 Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes
Jumlah varian skor dari tiap item
= Varian total

Rumus varians:
Klasifikasi reliabilitas menurut Slamet Santoso adalah:

  reliabilitas sangat tinggi
  reliabilitas tinggi
  reliabilitas sedang
  reliabilitas rendah
 reliabilitas sangat rendah[36]

3)   Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal adalah suatu bilangan yang menunjukkan sulit mudahnya suatu soal. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Menurut Zainal Arifin, untuk menghitung tingkat kesukaran dapat digunakan langkah-langkah berikut:
a)    Menghitung rata-rata skor untuk tiap butir soal dengan rumus:


b)   Meghitung tingkat kesukaran dengan rumus:
c)    Membandingkan tingkat kesukaran dengan kriteria berikut:
0,00 – 0,30 = sukar
0,31 – 0,70 = sedang
0,71 – 1,00 = mudah
d)   Membuat penafsiran tingkat kesukaran dengan cara membandingkan koefisien tingkat kesukaran dengan kriteria. [37]

4)   Daya Pembeda Soal
Daya pembeda digunakan untuk mengukur kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Menurut Zainal Arifin, untuk menentukan daya pembeda soal maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
                                                    a.         Menghitung jumlah skor total tiap peserta didik.
                                                   b.         Mengurutkan skor total mulai dari yang terbesar sampai dengan skor terkecil.
                                                    c.         Menetapkan kelompok atas dan kelompok bawah. Jika jumlah peserta didik banyak (di atas 30) dapat ditetapkan 27%.
                                                   d.         menghitung rata-rata skor atas untuk masing-masing kelompok (kelompok atas maupun kelompok bawah).
                                                    e.         Menghitung daya pembeda soal dengan menggunakan rumus:
  

Keterangan:
DP           = daya pembeda                                                                                                        = rata-rata kelompok atas                                                                                    = rata-rata kelompok bawah
Skor Maks = skor maksimum
                                                    f.         Membandingkan daya pembeda dengan kriteria seperti berikut:
0,40 ke atas        = sangat baik
0,30 – 0,39         = baik
0,20 – 0,29         = cukup, soal perlu diperbaiki
0,19 ke bawah    = kurang baik, soal harus dibuang. [38]

J.    Teknik Analisis Data
1.    Lembar observasi
Data aktifitas yang diperoleh melalui lembar observasi menurut Anas Sudijono dianalisis dengan menggunakan rumus persentase, yaitu:
 
Keterangan:
 Persentase aktifitas
 Frekuensi aktifitas yang dilakukan
Jumlah siswa.[39]

Kriteria penilaian aktifitas dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a)    Jika persentase penilaian aktifitas adalah 1%- 25% maka aktifitas tergolong sedikit sekali.
b)   Jika persentase penilaian aktifitas adalah 26%- 50% maka aktifitas tergolong sedikit.
c)    Jika persentase penilaian aktifitas adalah 51%- 75% maka aktifitas tergolong banyak.
d)   Jika persentase penilaian aktifitas adalah 76%- 100% maka aktifitas tergolong banyak sekali.[40]

Persentase aktifitas belajar siswa ini dipantau setiap kali pertemuan, sehingga dapat diketahui bagaimana perkembangan aktifitas siswa dalam pembelajaran Index Card Match (ICM).
2.    Angket
Data respon siswa yang diperoleh dari angket dianalisis dalam bentuk persentase. Kriteria respon siswa dalam pengisian angket menggunakan skala Guttman, yang mempunyai dua interval yaitu: ya-tidak.[41] Respon siswa dikategorikan positif, jika respon positif untuk setiap aspek yang direspon diperoleh persentase minimal 75%. Untuk mencari persentase respon siswa tiap aspek digunakan rumus:[42]
   
3.    Tes hasil belajar
            Tes hasil belajar dapat diukur dengan cara uji hipotesis. Uji hipotesis dilakukan secara statistik dengan melakukan uji- t. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut:
a)   Uji Normalitas
Melakukan uji normalitas data terhadap nilai tes hasil belajar matematika kelas VII yang bertujuan untuk mengetahui apakah data tersebut  berdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0= Data berdistribusi normal.
H1= Data berdistribusi tidak normal
Untuk melihat data berdistribusi normal, digunakan uji Liliefort dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)   Data X1, X2, X3, ……, Xn diperoleh dan disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.
2)   Mencari skor baku dari skor mentah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana:
     S              =        Simpangan Baku
                  =        Skor rata-rata
     Xi             =        Skor dari tiap soal      
3)   Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Zi) = P (P < Zi)
4)   Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih baku atau sama Zi yang dinyatakan dengan S(Zi) dengan menggunakan rumus:
    
5)   Menghitung selisih F (Zi) – S(Zi), kemudian ditentukan nilai mutlaknya.
6)   Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih itu diberi simbol Lo.  Lo = maks  
7)   Bandingkan nilai Lo yang diperoleh dengan nilai Lo yang ada pada tabel. Pada taraf 0,05 jika Lo ≤ Ltabel maka Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa data tersebut berasal dari populasi berdistribusi normal.[43]

Langkah- langkah dalan uji normalitas kelas sampel sama dengan uji normalitas kelas populasi yaitu sama- sama menggunakan uji Liliefors.
b)   Uji Homogenitas Variansi sampel
Uji homogenitas tujuannya adalah untuk mengetahui apakah sampel mempunyai variansi homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan uji Barlett dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Membuat hipotesis, yaitu:
H0 :  =  
H1 : paling sedikit satu tanda  sama dengan tidak berlaku
2.      Menghitung variansi masing-masing kelompok
3.      Menghitung variansi gabungan dari populasi menggunakan rumus:

4.      Menghitung harga satuan Barlett dengan rumus:
            

5.      Menghitung harga satuan Chi-kuadrat (X2) dengan rumus:
            X2 = (ln 10)
6.      Membandingkan  dengan  dengan kriteria bila  <  untuk taraf α maka terima H0 artinya populasi homogen. [44]

c)    Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis bertujuan untuk melihat perbandingan hasil belajar kedua kelas sampel. Dengan hipotesis yaitu:
H0 : μ1 = μ2 : Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran Index Card Match (ICM) sama dengan hasil belajar siswa yang mengikuti strategi pembelajaran konvensional.
H1 : μ1 > μ2 : Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran Index Card Match lebih baik dari hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
Dimana adalah rata-rata kelas eksperimen dan adalah rata-rata kelompok kontrol.
Setelah dilakukan analisis diperoleh bahwa data berdistribusi normal dan variansinya homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah uji t dengan rumus:
dengan
Dimana:
    =     Nilai rata-rata kelas eksperimen
    =     Nilai rata-rata kelas kontrol
S12     =     Variansi hasil belajar kelas eksperimen
S22     =     Variansi hasil belajar kelas kontrol
S       =     Simpangan baku
n1      =     Jumlah siswa kelas eksperimen
n2      =     Jumlah siswa kelas kontrol

Kriteria:
Terima Ho jika , dimana  didapat dari daftar distribusi t dan taraf nyata 0,05 dan dk = n1 + n2 – 2, untuk harga t lainnya Ho ditolak.[45]

DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijono, 2010. “Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta: Pustaka Pelajar)

Anas Sudijono,2005.” Pengantar Statistik Pendidikan”, Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.
Iskandar, 2008.”Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial”, Jakarta: Gaung Persada Press.
Margono,2007.” Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Muhibbin Syah, 2003.”Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru”, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Ronal, E. Walpole,1992.” Pengantar Statistik.  Jakarta : PT. Gramadia Pustaka Utama.

Sardiman, 2011. “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar”, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

Slameto,2010. “Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,Jakarta: Rineka Cipta,

Sudjana,2005.” Metode Statistik, Bandung: PT. Tarsito.
Suharsimi Arikunto,2008.” Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

Sumadi Suryabrata,2004.” Metodologi Penelitian,”.Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Syamsuddin & Vismaia,2007.”Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Triyanto, 2010.”Mendesain Strategi Pembelajaran Inovatif Progresif, Jakarta: Kencana.

Tulus Winarsono , 2002.”Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan, Malang: UMM Press.

Wina Sanjaya,2008.” Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.






[1] Departemen Agama RI,  Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2005) h. 164
[2] Depdiknas, Penyusunan Butir Soal dan Instrumen Penelitian, (Jakarta: Depdiknas, 2001), h.12
[3] Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),h.3
[4] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.2
[5] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), h.92
[6] Muhibbin Syah,,h.132
[7] Erman Suherman,...,h.48
[8] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya: Al-Mujaadilah ayat 15, (Diponegoro, Bandung:2008), hal.543
[9] Slameto,…,hal.3
[10] Erman Suherman,...,h.9
[11] Agus Suprijono,…,h.13
[15] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.101
[16] Erman Suherman,...,h.18
[17] Erman Suherman,...,h.18
[18] Erman Suherman,...,h.71
[19] Erman Suherman,...,h.171
[20] Nasution,,hal.209
[21]  Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 185
[22]  Wina Sanjaya,…, h. 190
[23] Sudjana, Metode Statistik, (Bandung: PT. Tarsito, 2005), h.19
[24] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h.99
[25] Syamsuddin & Vismaia, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) , h. 158
[26] Tulus Winarsono , Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan, (Malang: UMM Press, 2002), h.12
[27] Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h.69
[28] Sudjana,,h.466-477
[29] Sudjana,…, h. 261-263
[30] Ronal, E. Walpole, Pengantar Statistik. ( Jakarta : PT. Gramadia Pustaka Utama, 1992), h.383
[31] Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h.133
[32] Iskandar,...,h.77
[33] Iskandar,...,h.77
[34] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.72
[35] Suharsimi Arikunto,, h.72
[36] Suharsimi Arikunto,,h.109
[37] Zainal Arifin,…,h. 135
[38] Zainal Arifin,…, h. 133
[39] Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2005),h.43
[40] Dimyati dan Mudjiono...,h.115
[41] Iskandar,…,h.83
[42] Triyanto, Mendesain Strategi Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), h.243
[43] Sudjana,…,h.466-477
[44] Sudjana,…,h.261-263
[45] Sudjana,...,h.239